Translate

Jumat, 09 Desember 2016

100 Hari



100 HARI

HARNUM KURNIAWATI, MALAKA

Setiap pagi selalu menjadi harapan baru. Pagi ini tepat 100 hari saya berada di penempatan sebagai guru SM3T. Banyak hal yang sudah saya dapatkan disini. Salah satunya tentu keluarga baru, keluarga dimana saya tinggal. Keluarga dimana saya sudah menumpang selama 100 hari sampai nanti kontrak satu tahun ku disini.

Dengan secangkir teh hangat sebelum antrian mandi dan sedikit kudapan, saya bernafas lega dalam hati, ternyata saya sudah sejauh ini melangkah. Merasakan petualang yang tidak akan pernah bisa dilupakan. Petualangan meninggalkan kampung halaman.

Entah  bagaimana saya menggambarkan mereka Bapak dan Mama angkat disini, di Desa Oanmane, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka. Mereka adalah Bapak Titus dan Mama Densie. Orangtua yang menganggap ku sebagai anak sulung nya. Memberikan kepercayaan kepada ku untuk menggunakan fasilitas kepunyaanya.

Bapak Titus adalah salah satu orang terpandang di kampung, dan mempunyai jabatan penting di kantor Desa, sedangkan Mama Densie adalah salah satu ibu guru di sekolah penempatan ku. Berbeda dengan teman SM3T lainya, mereka tinggal dengan Kepala Sekolah. Namun karena Kepala Sekolah memiliki rumah yang jauh dari sekolah jadi saya diantar Bapak Camat yang menjemputku di kantor Bupati ke rumah yang sekarang saya tinggali.

Selain Bapak, Mama dan saya, penghuni rumah lainya adalah kakek, nenek, adik dari Mama yaitu Mama Ori. Disini setiap hari ramai, ya Mama memiliki 7 orang anak. Anak pertama masih berada di bangku kuliah kakak Dina, kedua menjadi suster Kakak Sari, ketiga Lala, keempat Dios, kelima Esti, enam Iki dan si bungsu Ica. Esti dan Iki mereka masih di bangku SD. Mama Ori memiliki 3 orang anak dua diantaranya juga berada di SD penempatanku. Bisa saja  suatu hari kita semua berangkat bersama dari rumah.

Selama ini banyak hal terjadi, keluarga ini sangat menyenangkan. Mama Densi adalah guru agama katolik dan di keluarga ini toleransi sangat tinggi. Suatu ketika akan ada tamu dari kantor kecamatan dan saya yang harus memotong ayam karena agar saya bisa makan bersama. Dan disetiap pesta lainya pun demikian padahal ini adalah kali pertama saya menyembelih ayam.

Saya sudah memiliki sebagian puzle kehidupan yang saya lalui dengan sebenar- benarnya. Menemukan perubahan dalam diri, jauh dari orangtua, bertemu keluarga baru, adat dan budaya baru juga berbaur dengan agama lain. Ini juga yang dikatakan oleh Buya Syafi’i terhadap anak muda yang pergi merantau. Kita perlu merasakan bagaimana rasanya ditinggalkan dan meninggalkan.

Selamat sudah menempuh hari yang ke 100, semoga hari-hari berikutnya dapat lebih memahami setiap kejadian yang terjadi. Dapat menghikmahi bahwa hidup sejatinya adalah tentang memperbaiki diri. Hopefully!