100 HARI
HARNUM
KURNIAWATI, MALAKA
Setiap
pagi selalu menjadi harapan baru. Pagi ini tepat 100 hari saya berada di
penempatan sebagai guru SM3T. Banyak hal yang sudah saya dapatkan disini. Salah
satunya tentu keluarga baru, keluarga dimana saya tinggal. Keluarga dimana saya
sudah menumpang selama 100 hari sampai nanti kontrak satu tahun ku disini.
Dengan
secangkir teh hangat sebelum antrian mandi dan sedikit kudapan, saya bernafas
lega dalam hati, ternyata saya sudah sejauh ini melangkah. Merasakan petualang
yang tidak akan pernah bisa dilupakan. Petualangan meninggalkan kampung
halaman.
Entah bagaimana saya menggambarkan mereka Bapak dan
Mama angkat disini, di Desa Oanmane, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka.
Mereka adalah Bapak Titus dan Mama Densie. Orangtua yang menganggap ku sebagai
anak sulung nya. Memberikan kepercayaan kepada ku untuk menggunakan fasilitas
kepunyaanya.
Bapak
Titus adalah salah satu orang terpandang di kampung, dan mempunyai jabatan
penting di kantor Desa, sedangkan Mama Densie adalah salah satu ibu guru di
sekolah penempatan ku. Berbeda dengan teman SM3T lainya, mereka tinggal dengan
Kepala Sekolah. Namun karena Kepala Sekolah memiliki rumah yang jauh dari
sekolah jadi saya diantar Bapak Camat yang menjemputku di kantor Bupati ke
rumah yang sekarang saya tinggali.
Selain
Bapak, Mama dan saya, penghuni rumah lainya adalah kakek, nenek, adik dari Mama
yaitu Mama Ori. Disini setiap hari ramai, ya Mama memiliki 7 orang anak. Anak
pertama masih berada di bangku kuliah kakak Dina, kedua menjadi suster Kakak
Sari, ketiga Lala, keempat Dios, kelima Esti, enam Iki dan si bungsu Ica. Esti
dan Iki mereka masih di bangku SD. Mama Ori memiliki 3 orang anak dua
diantaranya juga berada di SD penempatanku. Bisa saja suatu hari kita semua berangkat bersama dari
rumah.
Selama
ini banyak hal terjadi, keluarga ini sangat menyenangkan. Mama Densi adalah
guru agama katolik dan di keluarga ini toleransi sangat tinggi. Suatu ketika
akan ada tamu dari kantor kecamatan dan saya yang harus memotong ayam karena
agar saya bisa makan bersama. Dan disetiap pesta lainya pun demikian padahal
ini adalah kali pertama saya menyembelih ayam.
Saya
sudah memiliki sebagian puzle kehidupan yang saya lalui dengan sebenar-
benarnya. Menemukan perubahan dalam diri, jauh dari orangtua, bertemu keluarga
baru, adat dan budaya baru juga berbaur dengan agama lain. Ini juga yang
dikatakan oleh Buya Syafi’i terhadap anak muda yang pergi merantau. Kita perlu
merasakan bagaimana rasanya ditinggalkan dan meninggalkan.