MEMBERI DAN MENERIMA
Begitu banyak hal baru yang saya temukan di
hari-hari awal penugasan. Jika ingin bertahan hidup, harus bisa dan harus cepat
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Itu adalah salah satu pelajaran
yang saya dapat selama saya mengikuti kegiatan Prakondisi di Markas AAU
Jogjakarta. Saya mendapatkan lokasi penempatan di Kabupaten Malaka, tepatnya di
SDN Oevetnai, Dusun Wetalas, Desa Weulun, Kecamatan Wewiku.
Di Awal penugasan saya masih tinggal bersama
dengan Ibu Kepala Sekolah SDN Oevetnai. Ibu Brigitha Bano Bria nama beliau,
saya memanggilnya ‘Mama Itha’, Kepala Sekolah sekaligus orang tua angkat saya
di daerah penugasan ini. Mama Itha dengan sabarnya mengajari saya Bahasa Tetun,
bahasa yang lazim digunakan di daerah ini. Dengan bantuan cucu perempuan dari
Mama Itha, Anggre, nama gadis jelita yang cantik, dengan tahi lalat mungil di
dekat matanya. Anggre menjadi ‘dosen’ Bahasa Tetun bagi saya. Dengan tingkah
lincahnya ia mengucapkan kata demi kata dalam Bahasa Tetun dan menerjemahkannya
dalam Bahasa Indonesia. Dengan buku dan pena di tangan, saya mencatat dengan
cepat dan berusaha mengucapkan kata-kata tersebut dengan lafal, intonasi, dan
logat semirip mungkin dengan nara sumber kecil saya itu. Seisi rumah tertawa
kecil, mendengar saya berusaha mengucapkan kata demi kata yang sudah saya
catat.. Sekejap saja saya sudah bisa berhitung 1-10 dalam Bahsa Tetun dengan
lancar.
Belajar itu bukan hanya untuk anak kecil saja,
melainkan juga orang dewasa, maupun juga orang yang sudah tua. Karena belajar
itu sepanjang hayat, dari buaian hingga sampai liang lahat. Saya banyak belajar
dari seoarang anak kecil yang baru saja saya kenal. Saya menyadari bahwa di
daerah penugasan itu bukan hanya mengajar melainkan juga untuk ikut belajar.
Bukan hanya untuk memberi, melainkan juga untuk menerima. Menerima mereka semua
sebagai bagian dari pengabdian saya.
Keluarga Mama Itha menerima saya dengan senang
hati, dan bahkan menganggap saya sebagai seoarang anak dari keluarga Bria.
Lingkungan di sekitar rumah juga ramah. Saya merasa bangga hidup di
tengah-tengah masyarakat yang menyapa saya dengan senyuman manis, meskipun kami
belum saling mengenal ataupun berkenalan. Ramah tamah yang menghangatkan bagi
seorang pendatang baru seperti saya.
Hari pertama masuk sekolah di tempat penugasan,
yaitu pada hari rabu, tanggal 07 September 2016. Saya berangkat sekolah di
antar oleh anak sulung dari Ibu Itha, Kakak Ochy namanya. Sedangkan Ibu Itha
berangkat bersama saya dengan di antar oleh tetangga kami. Jalanan yang kami
lewati bukanlah jalan aspal yang datar, halus dan mulus, melainkan jalan
mendaki berbatu terjal dengan batu-batu lepas di sepanjang jalan. Memang letak
SD N Oevetnai ini berada di atas gunung, agak jauh dari tempat tinggal Ibu
Itha. Dan sudah selama satu tahun ini Ibu Itha selalu pulang pergi melewati
jalur ini dengan naik ojek. Sungguh perjuangan pengabdian yang luar biasa. Tak jarang pula Ibu
Itha berjalan kaki pulang dari sekolah karena sering tidak ada ojek ataupun
orang yang bisa menjemput beliau. Karena ojek yang berani melewati jalur ini
hanya beberapa orang saja. Tidak semua ojek mau ketika tahu lokasi tujuannya
adalah Dusun Wetalas. Semua perjalanan kami terbayarkan ketika sampai
di halaman sekolah. Melihat pemandangan yang begitu mempesona. Saya bisa
melihat hamparan pucuk pohon dan pemandangan samar air laut dipadukan dengan
birunya langit Nusa Tenggara Timur yang elok. Ditambah lagi hembusan angin yang
berlalu lalang dengan bebas memberikan kesejukan. Rezeki ini diberikan gratis
untuk saya, saya syukuri sebagai anugrah yang tak ternilai harganya.
Penulis : Novita Nurcahyati
Editor : Harnum Kurniawati
Pos : Bagas Bages
Sumber : http://malakantt-sm3t2016.blogspot.co.id/


Tidak ada komentar:
Posting Komentar