Translate

Senin, 19 September 2016

Pagar tak Berbeton


Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupi mu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu


HARNUM KURNIAWATI, Malaka Barat

      Sore ini, 19 September 2016 ada pemandangan yang sungguh berbeda. Siswa kelas 4, 5, 6 bersama, bergotong royong membangun pagar untuk kebun dibelakang sekolah. Memang benar tak perlu semen ataupun beton. Tak perlu juga mengandalkan anggaran negara untuk membuat pagar sepanjang 10 meter persegi ini.


     Cukup dengan menggunakan pohon- pohon yang mereka bawa dari kebun. Dibantu orang tua mereka setiap hari mengumpulkan berbagai batang kayu yang bisa disusun sebagai pagar. Tali untuk mengikat dari daun kelapa muda. Sungguh Indonesia memang kaya akan segalanya. Tak salah jika Koesplus menciptakan lagu dengan judul Kolam Susu sebagai gambaran Indonesia. Lirik lagu seterusnya adalah orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.



          Mendung pun tak menyurutkan semangat mereka. Meski waktu bermain mereka tersita, ada harapan yang terlihat dari wajah tulus pembangunan pagar ini. Kebun ini harapanya untuk mewujudkan misi dari dinas pendidikan setempat yaitu untuk Rindang Malaka. Dengan tujuan menanam pohon kelapa, jeruk, jambu, mangga, nangka, sirih buah dan sirih daun. Pohon yang ditanam juga akan mereka nikmati hasilnya sendiri. Guru sepakat untuk memberikan tanggung jawab kepada siswa untuk merawat pohon yang ditanamnya sampai hidup dan berbuah.

        Para siswa disini telah mengambil perannya masing- masing dalam menciptakan suatu perilaku gotong royong. Tak hanya dari pembuatan pagar kebun. Mereka juga sudah bergotong royong membuat pagar untuk taman, bersama- sama melakukan piket sebelum jam masuk pelajaran dimulai.



        Gotong royong adalah proses pembelajaran tentang kemandirian, kedisiplinan dan tanggung jawab yang dipraktekan siswa sejak dini. Di Jepang di Negara pembuat tegnologi termutahir pun masih menerapkan perliku gotong royong. Salah satu artikel yang saya baca dengan judul melatih gotong royong milik Aisyah Annas, belajar tidak hanya teori di kelas tapi bagaimana mereka mengerti dan bisa praktek secara langsung di kehidupan nyata salah satunya melalui gotong royong



       Prinsip gotong royong sebenarnya sudah diinisialisasikan di Indonesia. Indonesia sejak dulu lahir dari pemuda yang memiliki semangat gotong royong untuk membangun negeri ini. Alangkah baiknya jika hal ini tertanam sejak usia dini. Bisakah kita terus menerapakan gotong royong  di sekolah?

Minggu, 18 September 2016

Tentang Cinta & Kepercayaan di Tapal Batas

“Orang yang bisa membuat semua hal yang sulit menjadi mudah dipahami, yang rumit menjadi mudah dimengerti, atau yang sukar menjadi mudah dilakukan itulah pendidik sejati Ralph Waldo Emerson.

HARNUM KURNIAWATI, Malaka
          Perjalanan dalam maju bersama mencerdaskan Indonesia baru dimulai. Satu purnama telah terlewati dan masih ada 11 purnama yang akan menanti. Masih banyak cerita dalam penugasan para sarjana mengajar terdepan tertinggal terluar atau sering disebut guru 3T di tapal batas negeri.  Dan saya berkesempatan menjadi  guru 3T di SD Katolik Sukabilulik tepatnya di Desa Oanmanen Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka. 

          Menjadi seorang pendidik di perbatasan memang tidak semudah pendidik di daerah modern. Letak geografis, adat dan budaya sangat mempengaruhinya. Satu hal yang saya tahu dimanapun pendidik itu berada yang tidak berbeda adalah motivasi dari seorang pendidik. 


          Seperti yang dikatakan Abraham Maslow pakar teori kepribadian dalam teori hirarkinya ada lima kebutuhan dasar motivasi bagi setiap orang. Kebutuhan fisiologis, rasa aman, kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi diri. Motivasi itu juga bisa menjadi bekal seorang pendidik 3T untuk menimbulkan sikap profesionalitas yang dapat mempengaruhi integritas dalam dirinya.
         Namun menurutku satu hal yang tak bisa digantikan dan itu datang sebagai proses naluriah. Pendidik sejatinya adalah manusia yang penuh cinta. Disini pendidik 3T sangat diuji untuk menginspirasi. Pendidik dengan motivasi penuh cinta tidak hanya mengajar dengan mulut namun dengan hati. Kita pendidik bukan hanya dituntut untuk menngajarkan kepada siswa membaca menulis ataupun berhitung. Lebih dari itu semua pendidik dengan motivasi penuh cinta tahu betul bagaimana cara mendidik dengan menemukan perbedaan pada proses belajar dan mengembangkan perbedaan itu menjadi potensi yang baru. Jadi masih banyak waktu dalam menumbuhkan pundi- pundi cita- cita dalam diri di kawasan 3T. Pendidik 3T tidak hanya bisa memberikan hard skill dan soft skill namun mereka bisa memberikan pengetahuan tentang life skill.
 
        Mereka hanya butuh cinta seorang pendidik terhadap anak didiknya. Seperti contoh film animasi kungfu panda. Seorang Panda bernama Po yang hanya bisa makan dan membuat mie dipercaya menjadi seorang master kungfu. Namun sang guru, master shifu tak pernah berputus asa dan mengajari dirinya dengan penuh cinta. Master shifu selalu ingat kata- kata gurunya yaitu master Oogway, tidak ada yang tidak mungkin, kamu hanya terus percaya.
      
       Dari semua itu, saya hanya harus percaya bahwa saya mampu membuat perubahan dalam 11 purnama selanjutnya. Beri mereka cinta, yakin dan percaya akan ada perubahan yang terjadi. Mereka tidak harus menjadi orang lain seperti siswa di daerah lain. Tetap menjadi seorang siswa SD K Sukabilulik namun mampu menjadi pelita dengan cinta, dan kepercayaan.