Translate

Minggu, 20 November 2016

Ikatan Dua Tangan



MEMBERI DAN MENERIMA 

Begitu banyak hal baru yang saya temukan di hari-hari awal penugasan. Jika ingin bertahan hidup, harus bisa dan harus cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Itu adalah salah satu pelajaran yang saya dapat selama saya mengikuti kegiatan Prakondisi di Markas AAU Jogjakarta. Saya mendapatkan lokasi penempatan di Kabupaten Malaka, tepatnya di SDN Oevetnai, Dusun Wetalas, Desa Weulun, Kecamatan Wewiku.



Di Awal penugasan saya masih tinggal bersama dengan Ibu Kepala Sekolah SDN Oevetnai. Ibu Brigitha Bano Bria nama beliau, saya memanggilnya ‘Mama Itha’, Kepala Sekolah sekaligus orang tua angkat saya di daerah penugasan ini. Mama Itha dengan sabarnya mengajari saya Bahasa Tetun, bahasa yang lazim digunakan di daerah ini. Dengan bantuan cucu perempuan dari Mama Itha, Anggre, nama gadis jelita yang cantik, dengan tahi lalat mungil di dekat matanya. Anggre menjadi ‘dosen’ Bahasa Tetun bagi saya. Dengan tingkah lincahnya ia mengucapkan kata demi kata dalam Bahasa Tetun dan menerjemahkannya dalam Bahasa Indonesia. Dengan buku dan pena di tangan, saya mencatat dengan cepat dan berusaha mengucapkan kata-kata tersebut dengan lafal, intonasi, dan logat semirip mungkin dengan nara sumber kecil saya itu. Seisi rumah tertawa kecil, mendengar saya berusaha mengucapkan kata demi kata yang sudah saya catat.. Sekejap saja saya sudah bisa berhitung 1-10 dalam Bahsa Tetun dengan lancar. 


Belajar itu bukan hanya untuk anak kecil saja, melainkan juga orang dewasa, maupun juga orang yang sudah tua. Karena belajar itu sepanjang hayat, dari buaian hingga sampai liang lahat. Saya banyak belajar dari seoarang anak kecil yang baru saja saya kenal. Saya menyadari bahwa di daerah penugasan itu bukan hanya mengajar melainkan juga untuk ikut belajar. Bukan hanya untuk memberi, melainkan juga untuk menerima. Menerima mereka semua sebagai bagian dari pengabdian saya.

Keluarga Mama Itha menerima saya dengan senang hati, dan bahkan menganggap saya sebagai seoarang anak dari keluarga Bria. Lingkungan di sekitar rumah juga ramah. Saya merasa bangga hidup di tengah-tengah masyarakat yang menyapa saya dengan senyuman manis, meskipun kami belum saling mengenal ataupun berkenalan. Ramah tamah yang menghangatkan bagi seorang pendatang baru seperti saya. 

Hari pertama masuk sekolah di tempat penugasan, yaitu pada hari rabu, tanggal 07 September 2016. Saya berangkat sekolah di antar oleh anak sulung dari Ibu Itha, Kakak Ochy namanya. Sedangkan Ibu Itha berangkat bersama saya dengan di antar oleh tetangga kami. Jalanan yang kami lewati bukanlah jalan aspal yang datar, halus dan mulus, melainkan jalan mendaki berbatu terjal dengan batu-batu lepas di sepanjang jalan. Memang letak SD N Oevetnai ini berada di atas gunung, agak jauh dari tempat tinggal Ibu Itha. Dan sudah selama satu tahun ini Ibu Itha selalu pulang pergi melewati jalur ini dengan naik ojek. Sungguh perjuangan pengabdian yang luar biasa. Tak jarang pula Ibu Itha berjalan kaki pulang dari sekolah karena sering tidak ada ojek ataupun orang yang bisa menjemput beliau. Karena ojek yang berani melewati jalur ini hanya beberapa orang saja. Tidak semua ojek mau ketika tahu lokasi tujuannya adalah Dusun Wetalas. Semua perjalanan kami terbayarkan ketika sampai di halaman sekolah. Melihat pemandangan yang begitu mempesona. Saya bisa melihat hamparan pucuk pohon dan pemandangan samar air laut dipadukan dengan birunya langit Nusa Tenggara Timur yang elok. Ditambah lagi hembusan angin yang berlalu lalang dengan bebas memberikan kesejukan. Rezeki ini diberikan gratis untuk saya, saya syukuri sebagai anugrah yang tak ternilai harganya.  


 Penulis    : Novita Nurcahyati
 Editor     : Harnum Kurniawati
 Pos        :  Bagas Bages
 Sumber  :  http://malakantt-sm3t2016.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar