Oleh : Riki Septiawan, S. Pd
Perkenalkan nama saya Riki Septia Rahman, saya berasal dari
Kabupaten Kebumen. Saya mengikuti program pemerintah yaitu SM-3T (Sarjana Mendidik di
Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal) karena saya tertantang dan ingin
mencari suasana baru. Saya juga ingin merasakan bagaimana kondisi nyata yang
berada di daerah terpencil atau di tapal batas Indonesia. Bagi peserta SM-3T,Tanggal
4 September 2016 merupakan tanggal yang mungkin tak akan terlupakan. Pada
tanggal tersebut merupakan awal keberangkatan menuju tempat pengabdian.
Kebetulan saya ditempatkan di Kabupaten Malaka,
Kabupaten yang sangat asing di telinga pastinya. Saya mencoba browsing di Internet, tetapi belum banyak informasi yang saya dapatkan.
Saya berusaha mencari ternyata Kabupaten Malaka merupakan kabupaten baru yang
berada di provinsi NTT, yaitu pemekaran dari Kabupaten Belu. Belum ada gambaran
sama sekali mengenai kondisi demografis
dan kultur sosial budaya mengingat belum ada alumni SM-3T yang menempati
Kabupaten ini. Dengan
tekad yang kuat, saya tetap melangkah demi sebuah pengabdian yang tentunya ingin
membuat sesuatu yang lebih baik untuk pendidikan di daerah terpencil. Kami berangkat dari bandara Adi Sutjipto
Yogyakarta menuju bandara El Tari Kupang pada tanggal 4 September 2016 dan transit sekitar 1 jam di bandara Surabaya. Kami tiba di bandara El Tari sekitar pukul
15.00 WITA. Kami datang disambut dengan
pepohonan yang kering, rumput yang kering, dan kondisi yang sangat panas. Kami
mulai mengikrakan diri dengan teman seperjuangan. Ternyata hampir sebagian besar teman berasal dari Jawa dan ada beberapa
yang berasal dari luar Pulau Jawa.
Kami pun bergegas menuju tempat pengabdian, perjalanan kami masih
panjang dan jauh. Saya bertanya ke sopir “Pak ini masih
jauh kah Malaka” tanya saya, lalu Sopir pun menjawab “Masih lama adik, ini
nanti lewat jalan yang berkelok kelok kita sekitar 6 – 7jam perjalanan lagi”. Ini
pasti akan menjadi perjalanan yang sangat
melelahkan. Saya langsung bergegas meninggalkan kota Kupang dan memulai
perjalanan, benar saja belum ada satu jam sudah disuguhi perjalanan yang
berkelok kelok, sembari berhenti di tengah jalan karena ada salah satu teman saya
ada yang mabuk perjalanan. Kami sampai di
Kabupaten Malaka sekitar pukul 01.30 dini hari dan
langsung beristirahat.
Pagi hari, saya dan kawan-kawan langsung
menuju kantor dinas untuk mendapatkan pengarahan. Setelah mendapat pengarahan
langsung menuju ke kantor Bupati untuk mendapatkan surat tugas dan pembagian
wilayah. Ketika pembacaan saya bertugas di Kecamatan Io Kufeu, yaitu di SMAN Io
Kufeu. Saya tidak tahu sama sekali tetapi ketika selesai pembacaan saya
langsung di gandeng dan dihampiri Kepala Sekolahnya langsung saya masih bingung
kenapa digandeng tanganya, memang menurut informasi ketika ada tamu yang datang untuk
menunjukan keakraban akan digandeng.
Di Kabupaten Malaka kondisi demografisnya terbagi menjadi 2 yaitu
daerah pegunungan dan daerah datar atau biasanya orang sini bilangnya orang
Foho dan Fehan. Dari sebelas kecamatan lokasi penempatan, kebetulan saya ditugaskan di
Kecamatan Io Kufeu dan menurut informasi kecamatan yang saya tempati akses
jalanya sangat buruk dan sangat jauh. Setelah selesai pembagian saya langsung
menuju daerah penempatan. Kebetulan kepala
sekolah saya memiliki mobil sehingga tidak perlu memakai kendaraan sewa atau
angkot yang orang sini biasanya menyebut oto.
Saya jalan jam 17.00 WITA dan di
perjalanan kondisi jalan memang betul sangat jelek dan buruk. Kondisi
jalan yang berbatu dan berlubang
hampir di semua jalan, melewati bukit, hutan
jati, jalan terjal ini mungkin akan sering saya lewati.
Saya sampai di rumah pukul 19.30 WITA.
Benar-benar perjalanan yang panjang. Saya menginap di rumah bapak
angkat saya yaitu Kepala SDK Fatuao, saya masih canggung dan masih malu, saya masih kadang bingung dengan percakapan
karena logatnya yang berbeda.
Saya langsung mengajar di hari pertama saya di penempatan,jarak
dengan sekolah tidak terlalu jauh. Saya
langsung di perkenalkan ke seluruh siswa dan guru. siswa diSMAN Io Kufeu
sekitar 171 orang saja dan terdiri dari 8 Rombel, yaitu XA, XB, XI IPA, XI IPS
1, 2, XII IPA, XII IPS 1, 2
Saya mengajar Penjas dan
saya mengampu seluruh kelas karena tidak ada guru PJOK disini. Hari pertama
masuk saya hanya bercerita pengalaman dan perkenalan diri saja, saya juga
sembari membaca karakter siswa guru dan kondisi sosial ditempat. Saya lihat di
sini masih terbilang beruntung karena listrik
ada, dan sinyal ada,tetapi air disini sangat susah dan jika ada harus beli per
5000 Liter seharga 250 ribu. harga yang sangat mahal untuk barang yang bernama
air.
Kondisi disini sarana dan prasarana PJOK jumlahnya sedikit sekali
dan hanya ada bola Kaki 1, bola basket hanya 1, bola voli 2 dan net voli saja. Karena
keterbatasan saya mempunyai konsep dengan
memodifikasi sarana dan prasarana. Saya juga mengampu mata pelajaran
sosiologi, dikarenakan keterbatasan guru, bayangkan saja jumlah guru disini
untuk ukuran SMA hanya sekitar 15 saja saja berbanding terbalik dengan di jawa
dengan jumlah lebih dari 50 orang, memang kita dengan permasalahan kondisi
kekurangan pendidik. Seringkali kami meminjam ke SDK Fatuao seperti matras.
Seiring berjalanya waktu saya mulai mengenal adat dan kebiasaan di
sini, tradisi yang masih kuat disini adalah minum sopi atau sejenis minuman
yang memabukan yang terbuat dari tumbuhan lontar, enau dan bisa juga tumbuhan
gewang, air hasil pohon yang diiris kemudian disuling dan dimasak sehingga
sulingan pertama disebut sopi kepala, dan katanya SK atau Sopi Kepala bisa
dibakar dan akan meyala.
Banyak sekali kebudayaan yang baru disini saya mempelajari banyak
sekali seperti tarian TEBE, Meronggeng dan Likurai. semua tarian adat tersebut
digunakan untuk fungsinya masing masing seperti TEBE, TEBE merupakan tarian
untuk bersenang-senang dan untuk acara hiburan di pesta, tarian TEBE biasanya
bergandengan tangan dan melingkar sembari melakukan gerakan kesamping dan maju
mundursesuaidengan musik yang diputar. Berbeda dengan tarian Likurai
merupakan terian untuk menyambut kedatangan tamu .
Kondisi sosial di tempat saya mengabdi
sangat menjunjung toleransi beragama, contohnya
dalam hal makanan, di daerah penempatan saya mayoritas Katholik sehingga saya
hanya 2 orang yang beragama muslim, yaitu pak dokter dan saya kebetulan dokter
juga berasal dari satu kampung. Saya sering sekali memotong hewan seperti ayam
dan pernah saya satu kali memotong sapi besar karena orang
disini sudah paham jika orang muslim harus memotong hewan sendiri. Saya pertama kali memotong hewan ketika itu
ada acara pentabisan Imam baru atau Pastor (Pemuka Agama Katholik) ada acara
besar hari itu, semua sibuk mempersiapkan acara, baik dari penyambutan dan
prosesi masuk dirumah adat. Saya menyaksikan langsung kegiatan itu dan menurut
saya tradisi seperti ini yang baru bagi saya, hal baru dan pengalaman hidup
baru yang saya peroleh. Hampir 3 hari persiapan dan materi yang dikeluarkan
sangat besar tetapi kalau orang disini sudah bicara adat berapapun uang akan ia
keluarkan.
Bulan bulan awal memang kondisi acara sangatlah padat dengan acara
yang terus menerus berdatangan mulai dari
adat dan acara keagamaan. Pada kegiatan kegamaan, siswa SMA mendapat tugas
menyanyi atau koor sehingga kegiatan KBM terganggu.Masuk dibulan Oktober ada acara besar
perarakan patung Bunda Maria. Patung Bunda diarak satu Kabupaten dan singgah di
Kecamatan Io Kufeu. Saya pun ikut melihat karena acara adat seperti ini jarang
sekali terjadi. Patung diarak dan dibawamenuju gereja – gereja dan
seluruh warga atau umat Katholik tumpah
ruah di jalan mulai dari anak-anak sampai orang tua. Kepercayaan disini, jika kita
bisa ambil bagian dan bisa ikut memikul maka akan mendapatkan berkat atau
rahmat dari Tuhan
Pada akhir tahun pelajaran, kegiatan Ujian Semester ganjil berjalan dengan lancar. Ditutup
dengan kemah satu kecamatan atau gugus. Kegiatan
ini melibatakan 8 sekolah dari SD sampai SMA. Kegiatan ini berfokus di SDK
Fatuao dan berjalan 3 hari. Anak-anak menggunakan
terpal untuk dijdikan tenda. Ya terpal
sederhana yang penting kita bisa merasakan kegiatan kemah. Tetapi sayangnya
ketika kemah hujan, kemah selesai dan berarti libur telah tiba. Libur disini
bertepatan dengan hari raya umat mayoritas yaitu Natal. Kegiatan liburan kami
isi dengan pergi ke kota.
Awal masuk kami mulai
kembali KBM seperti biasa, siswa diwajibkan menanam jagung karena
halaman sekolah masih kosong. Ketika jagung
sudah dipanen, jagung ini kemudian dimasak
bersama-sama. Ada yang direbus dan ada
yang di bakar. Halaman disini sangat dimanfaatkan untuk menanam sayur. Meskipun
air sangatlah susah tetapi kami membuktikan bahwa sayur juga bisa tumbuh.
Akhir tahun pelajaran 2016/2017 pun sebentar lagi berakhir.Siswa telah
melaksanakan UN berbasis kertas dan pensil. Ketika pembagian hasil ujian disini
uniknya tidak ada konfoi atau corat coret. Serempak siswa memakai pakaian adat
tenun dan baju khas NTT, serta tidak lupa memakai tutup kepala atau destar
(hampir mirip dengan blangkon di Jawa).
Awal puasa jatuh ketika saya
masih di penempatan.Jika teringat rumah saya menjadi sedih. Semua dikerjakan bersama-sama.
Berbeda dengan disini yang segala sesuatunya harus dibuat sendiri. Mulai dari memasak sampai makan semua sendiri.Inilah
yang namanaya perjuangan.
Awal bulan Juni kami melaksanakan UAS semester genap. Kegiatan ini
berlangsung 7 hari dan berjalan dengan lancar. Setelah setor nilai dan pembagian
raport, liburanpun tiba. Kami pun segera bergegas ke kota untuk melaksanakan
Ibadah Puasa bersama teman-teman. Akhir Agustus
nanti kita nanti SM-3T akan kembali ke Jawa, 2 bulan lagi akan selesai rasa sedih pun mulai terbayang semoga
pendidikan disini tetap berjalan dengan baik dan bisa terus ditingkatkan.
Sekian cerita dari saya semoga bermanfaat, salam SM-3T dari tapal batas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar