Oleh : Menuk Supratmi, S. Pd
Hai,
nama saya Menuk Supratmi. Saya
adalah peserta SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar,
dan Tertinggal) angkatan
VI. Penempatan
di Sekolah Dasar Katolik Tafuli, Desa Boen, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka,
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam menjalankan tugas sebagai guru SM-3T di
Sekolah Dasar Katolik Tafuli, saya bertanggungjawab untuk menjadi wali kelas VI
(Enam). Bagi saya ini adalah tugas yang cukup berat dan menantang, karena
sebelum mengikuti program SM-3T saya hanyalah seorang GTT (Guru Tidak Tepat) yang
hanya berpengalaman menjadi wali kelas III dan IV. Biasanya untuk kelas VI akan
diserahkan kepada guru yang lebih senior atau lebih berpengalaman. Hati saya pun bertanya, apakah saya mampu menjalankan
tugas ini?. Pertanyaan ini sudah terjawab, setelah kurang lebih 10 bulan saya
menjadi guru kelas mereka. Tanggal 15 Juni 2017, tepatnya hari
Kamis merupakan hari pembagian amplop atau pembagian hasil Ujian Sekolah
Nasional (USN) dan alhamdulillah anak-anak saya lulus dengan nilai yang
memuaskan untuk versi saya sebagai guru mereka. (Hehehe, tidak bermaksud sombong lho ya).
Adakah kendala dalam
melaksanakan tugas sebagai guru SM-3T? Kendalanya adalah ketika saya
menemukan siswa yang belum bisa 3M (Membaca, Menulis, Menghitung). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: 1. siswa jarang berangkat sekolah (6 hari aktif dalam
seminggu hanya 1 atau 2 hari mereka berangkat sekolah) hal ini disebabkan
kondidsi geografis karena jarak rumah dengan sekolah yang terlalu jauh dan
terkadang mereka juga lebih memilih untuk bekerja mencari uang dibandingkan
sekolah, 2. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan masih rendah, 3. Sekolah
masih kekurangan guru, sehingga ada kelas yang digabung saat kegiatan
pembelajaran (misal, kelas 1,2, dan 3 digabung menjadi satu kelas) sehingga
guru mengalami kesulitan untuk menangani siswa dengan tingkat kemampuan dan
tingkat pelajaran yang berbeda.
Bagaimana
kehidupan di penempatan? Kehidupan saya dipenempatan cukup menyenangkan. Banyak
hal baru yang saya temukan, saya pelajari, dan saya coba. Misalnya belajar
memotong atau menyembelih ayam sendiri, belajar makan pisang (buah yang paling
saya benci), makan sayur pucuk labu (daun, bunga, dan buah dimasak untuk lauk),
makan sayur bunga gala-gala, makan jagung bose (makanan khasnya orang timor),
mencuci baju di kali yang hanya cukup sekali bilas, dan merasakan bagaimana
rasanya menjadi kaum minoritas ditengah mayoritas, tapi dengan hal tersebut
saya menjadi belajar lebih bagaimana caranya menghargai perdedaan agama,
perdedaan adat, dan perbedaan budaya. Bahagia? Pastilah. Sedih? Pernah. Kapan?
Saat saya merindukan orangtua. Saya tinggal bersama orangtua asuh, di rumah
Bapak Kepala Sekolah. Alhamdulillah mereka sangat baik dan sangat toleransi
terhadap agama saya. Mereka bisa memahami apa yang bisa lakukan dan apa yang tidak
bisa lakukan, apa yang boleh
saya makan dan apa yang tidak boleh saya makan.
Apakah listrik, sinyal, dan air lancar? Di penempatan belum ada listrik,
untuk masalah penerangan saya dan keluarga menggunakan lampu sehen
(memanfaatkan tenaga surya) dan jika sehen tidak menyala jalan alternatifnya
adalah menggunakan pelita (lampu minyak tanah atau biasa orang jawa menyebutnya
sebagai sentir). Untuk sinyal telpon dan sms, alhamdulillah tidak ada masalah.
Untuk masalah air, Desa Boen tempat saya tinggal merupakan wilayah dataran
tinggi. Kata yang tepat untuk saya ucapkan bukan “sumber air su dekat” tapi “sumber
air belum dekat”, jarak rumah dengan kali atau sumber air sangat jauh sekitar 2
km. Ada si jasa ojek air, bayarnya Rp 1.000,-/jeriken. Nah, paling asyik itu saat
musim hujan. Kenapa?, karena saya tidak perlu jalan jauh atau bayar jasa ojek,
cukup dengan “tadah” atau menampung
air hujan untuk memenuhi kebutuhan air (masak, mandi, ataupun untuk mencuci
baju). Jangan tanya ya saya mandi sehari berapa kali! (hehehehehe). Saya masih
ingat betul, saat saya di rumah Jawa, saya adalah orang yang boros air. Bapak
selalu memperingatkan saya untuk menghemat air tapi saya tidak mendengarkannya
sampai saatnya saya benar-benar merasakan bagaimana rasanya hidup di daerah
yang susah air. Disitu saya terkadang merasa sedih karena tidak mendengarkan
nasihat orangtua. Intinya memang pada kenyataanya menghemat air itu penting,
karena masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kekurangan atau kesulitan
memperoleh air bersih.
Seberapa
jauh perjalanan dari penempatan ke kota? Saya tidak tahu berapa kilometer
jaraknya, tapi lamanya perjalanan dari penempatan ke kota kurang lebih 3 jam.
Tidak ada oto (transportasi roda empat/mobil bak terbuka) dari penempatan yang menuju
ke kota, biasanya oto tersebut hanya beroprasi sampai di kecamatan saja, itupun
hanya setiap hari kamis (hari pasar). Transportasi yang bisa langsung menuju ke
kota hanya ojek motor, dengan biaya Rp 100.000,-/orang. Medan jalannya cukup
ekstrim karena harus menyebrangi kali dan naik turun gunung dengan struktur
tanah yang tidak menentu (jangan lupa siap sedia “koyok” untuk mengantisipasi jika
badannya terasa sakit setelah menempuh perjalanan jauh, hehehehhe). Saat hujan
dan kali banjir saya tidak bisa turun ke kota, karena motor tidak bisa melewati
kali tersebut dan jalannya juga susah untuk di akses oleh kendaraan bermotor.
Apa
saja program yang sudah dilaksanakan selama menjadi guru SM-3T? Program yang
sudah saya jalankan, antara lain; memberikan jam tambahan belajar, mengaktifkan
kembali ekstrakurikuler pramuka, pelatihan komputer untuk guru, pelatihan
pembuatan krupuk singkong di Desa Boen, pengadaan buku bedah ujian untuk kelas
VI, pengadaan plakat/bener, membuat rumah baca “Rumbaka Pintar” dengan
kerjasama antara Guru SM-3T, para donatur, dan Danramil Kabupaten Malaka, pembuatan
pagar sekolah, dan program tanam rindang di sekolah.
Ketika
gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati
meninggalkan nama. Saya berharap perjuangan saya dengan
teman-teman selama satu tahun ini sebagai Guru SM-3T dapat membawa manfaat bagi
kemajuan pendidikan di Indonesia khususnya di Kabupaten Malaka. Demikianlah
cerita pengalaman saya selama menjadi Guru SM-3T. Semoga cerita pengabdian saya di atas dapat bermanfaat dan
dapat menginspirasi. Aamiin
Salam
MBMI “Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia”
Editor : Harnum & Agung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar