Fragmen
Hidup: Sebuah Jembatan Masa Depan
oleh
Bangkit Bagas Widodo

Selasa,
6 September 2016, adalah hari pertamaku menjejakkan kakiku di sebuah sekolah
yang jauh dari pusat kota Betun. Iya! Sekolahku merupakan salah satu yang
terjauh dari pusat kota bahkan berbatasan dengan dua kabupaten lain yaitu
Kabupaten Belu dan Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTU). Sekolah itu bernama SD
Katolik Buikoun. Buikoun merupakan salah satu nama dusun di desa ini. “Sekolah ini
merupakan sekolah tertua nomor tiga di Kabupaten Malaka dan lulusannya banyak
yang telah menjadi Pastur, Romo, dan Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Malaka”,
kata Bapak Kepala, saat kami berbincang-bincang di sebuah ruang guru. Hatiku
tiba-tiba merasa bangga mendengarnya, “Tapi, sekarang sekolah sedang dalam
keadaan tidak baik-baik saja, terutama jumlah pengajar yang hanya 3 saja” lanjutnya
sambil mengunyah sirih buah dan sirih pinang. Aku tertegun mendengarnya, dan
dalam hati berkata “tugasku akan sangat berat di sini”. Hari pertama itulah cakrawalaku
tentang SDK Buikoun, dan lingkungan masyarakat betambah.
Benar saja, tanpa bekal pengalaman mengajar di
sekolah dasar, aku diberikan kepercayaan untuk menjadi wali kelas kelas 4 dan
5, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 6, mengajar Olahraga untuk kelas
1-6, mengurus ektrakurikuler, serta mengisi kekosongan tugas operator sekolah. “Ya
Tuhan kasihanilah aku” ini benar-benar berat bahkan lebih berat dari tugas
akhir menulis skripsi. Dengan mungucap “Bismillahirrahmanirrahim”, akupun
menjalani semua dengan hati yang lapang karena Tuhan tidak akan memberikan
cobaan kepada hamba melebihi batas kemampuannya. Aku berpikir bahwa Tuhan
menganggapku mampu sehingga Tuhan memberi tugas ini untukku dan kujadikan
sebuah tantangan sebagai guru di daerah 3T. Hari demi hari kujalani di sekolah
penempatan. Jarak yang harus di tempuh untuk sampai sekolah kira-kira 3 Km.
Suka duka kemudian muncul dari dalam diri, terutama rasa tidak mampu, namun
karena motivasi dari orang tua, akhirnya, aku tidak ingin kalah dan ditertawakan
oleh keadaan apapun.
Malam ini, 18 Juni 2017, hampir genap 10 bulan di
penempatan, aku masih mengingat semuanya dengan jelas karena hampir semua yang
terjadi sangatlah berkesan. Datang ke sebuah sekolah yang telah dipandang
negatif, memiliki image yang kurang
sedap di mata masyarakat dan guru-guru di sekolah lain merupakan sebuah fakta
yang harusku terima di penempatan, mulai dari administrasi sekolah yang kurang
tertata, dan pergaulan bebas siswa merupakan beberapa isu yang benar-benar
menggangu pikiranku. Dari dasar itulah, aku memiliki visi penting yaitu mengembalikan
nama baik sekolah di mata masyarakat dan mata para guru di sekolah lain. Lagi
pula, aku berpikir bahwa ini merupakan masalah-masalah yang memang wajar di
daerah 3T.
Tugas utama sebagai seorang guru adalah mengajar.
Akupun berusaha untuk mengisi kelas 4 dan 5 sekaligus dalam satu waktu. Ternyata,
mengisi kelas rangkap bukanlah perkara yang mudah, terlebih yang diajar
merupakan anak sekolah dasar yang belum bisa mengemban tugas secara mandiri.
Apalagi, saat itu buku pelajaran tidaklah lengkap membuat perjuangan menjadi
semakin berat, bahkan aku pernah mengajar di dalam kelas hanya bermodalkan
materi yang ada di kepala dan telepon genggam. Aku merasa ilmuku tidaklah
cukup, karena dasar saya adalah mengajar di SMP ataupun di SMA namun saya harus
menangani anak SD. Karakter anak SD dengan jenjang SMA atau sederajat sangatlah
berbeda. Daya tangkap dan daya nalar sangat berbeda. Akupun terus melakukan
adaptasi, dan mencari jalan keluar dengan meminta saran dari orang tua yang
kebetulan guru sekolah dasar.
Alhamdullah,
rasa bersalah kini mulai berkurang. Anak sudah mulai mampu belajar dengan baik.
Masalah ada pada keterbatasan bahasa atau kosakata dan cara belajar mereka yang
perlu diperbaiki. Sedikit demi sedikit, kuperbaiki cara belajar mereka, mulai
dari membaca dengan benar, memahami setiap kata sehingga bacaan dapat dipahami,
memahami pertanyaan, hingga mencari jawaban di buku. Selain itu, di sini, aku
bisa mewujudkan cita-cita yang belum terwujud selama ini yaitu mengajar
olahraga, namun di SDK Buikoun aku bisa mewujudknanya. Sungguh, suatu
pengalaman yang luar biasa.
Tugas lain yang tidak kalah penting yaitu memegang
data pokok pendidikan (Dapodik) dan Penjamin Mutu Pendidikan (PMP). Hal ini
tentu adalah hal baru. Ini merupakan tugas Operator sekolah yang kebetulan
kosong. Ini sangat penting dan benar-benar genting. Dana Bos dapat macet jika
ini tidak segera ditangani. Jika dana macet, kami guru tidak bisa menjalankan
kegiatan dengan lancar karena dana kegiatan semua diambil dari dana BOS.

3 bulan telah berlalu, aku masih merasa kehilangan
mantan kepala sekoah meskipun masih sama-sama bertugas untuk pendidikan dan 3 bulan,
aku dipimpin oleh kepala sekolah yang baru. Beliau adalah Romana Rohan Mau. Aku
berharap di tangan beliau ada sebuah perubahan pada wajah SDK Buikoun yang
muram dan mengubah ironi menjadi sebuah puisi.
Tak terasa, aku hampir satu tahun di penempatan. Kamis,
tanggal 15 Juni 2017 merupakan hari penting dan bersejarah. Kami telah
menyampaikan pengumuman kelulusan sekaligus pelepasan siswa siswi kelas 6. Aku
merasa waktu berjalan cepat. Rasanya senang bercampur haru karena dapat
mengantarkan siswa- siswi melangkah satu tangga menuju masa depan mereka. Aku
juga merasa bahagia, karena kini, sekolah kami telah menjadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar