Translate

Selasa, 01 Agustus 2017

Fragmen Hidup: Sebuah Jembatan Masa Depan


Fragmen Hidup: Sebuah Jembatan Masa Depan
oleh 
Bangkit Bagas Widodo


Perkenalkan, namaku Bangkit Bagas Widodo, seorang putra kelahiran Kebumen, Jawa tengah. Aku merupakan salah satu dari sekian orang yang beruntung dapat lolos seleksi SM3T angkatan VI yang diadakan LPTK UNY. Berbekal ijazah program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, aku berhasil lolos seluruh tahap seleksi yang diadakan LPTK UNY. 5 September 2016 adalah hari pertamaku tinggal di Kapitan Meo. Sebuah desa di salah satu Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebuah tempat yang benar-benar belum pernah terlintas di benakku, dengan budaya yang berbeda, agama yang berbeda, dan geografis yang benar-benar beda. Awalnya aku merasa cemas, namun Bapak Josef Manek Neno, orang tua angkatku, sekaligus kepala sekolah tempatku mengajar mengatakan padaku “Tidak apa-apa anak, tidak usah takut,” saat itulah aku merasa lega dan tenang.

Selasa, 6 September 2016, adalah hari pertamaku menjejakkan kakiku di sebuah sekolah yang jauh dari pusat kota Betun. Iya! Sekolahku merupakan salah satu yang terjauh dari pusat kota bahkan berbatasan dengan dua kabupaten lain yaitu Kabupaten Belu dan Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTU). Sekolah itu bernama SD Katolik Buikoun. Buikoun merupakan salah satu nama dusun di desa ini. “Sekolah ini merupakan sekolah tertua nomor tiga di Kabupaten Malaka dan lulusannya banyak yang telah menjadi Pastur, Romo, dan Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Malaka”, kata Bapak Kepala, saat kami berbincang-bincang di sebuah ruang guru. Hatiku tiba-tiba merasa bangga mendengarnya, “Tapi, sekarang sekolah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, terutama jumlah pengajar yang hanya 3 saja” lanjutnya sambil mengunyah sirih buah dan sirih pinang. Aku tertegun mendengarnya, dan dalam hati berkata “tugasku akan sangat berat di sini”. Hari pertama itulah cakrawalaku tentang SDK Buikoun, dan lingkungan masyarakat betambah.
Benar saja, tanpa bekal pengalaman mengajar di sekolah dasar, aku diberikan kepercayaan untuk menjadi wali kelas kelas 4 dan 5, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 6, mengajar Olahraga untuk kelas 1-6, mengurus ektrakurikuler, serta mengisi kekosongan tugas operator sekolah. “Ya Tuhan kasihanilah aku” ini benar-benar berat bahkan lebih berat dari tugas akhir menulis skripsi. Dengan mungucap “Bismillahirrahmanirrahim”, akupun menjalani semua dengan hati yang lapang karena Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada hamba melebihi batas kemampuannya. Aku berpikir bahwa Tuhan menganggapku mampu sehingga Tuhan memberi tugas ini untukku dan kujadikan sebuah tantangan sebagai guru di daerah 3T. Hari demi hari kujalani di sekolah penempatan. Jarak yang harus di tempuh untuk sampai sekolah kira-kira 3 Km. Suka duka kemudian muncul dari dalam diri, terutama rasa tidak mampu, namun karena motivasi dari orang tua, akhirnya, aku tidak ingin kalah dan ditertawakan oleh keadaan apapun.

Malam ini, 18 Juni 2017, hampir genap 10 bulan di penempatan, aku masih mengingat semuanya dengan jelas karena hampir semua yang terjadi sangatlah berkesan. Datang ke sebuah sekolah yang telah dipandang negatif, memiliki image yang kurang sedap di mata masyarakat dan guru-guru di sekolah lain merupakan sebuah fakta yang harusku terima di penempatan, mulai dari administrasi sekolah yang kurang tertata, dan pergaulan bebas siswa merupakan beberapa isu yang benar-benar menggangu pikiranku. Dari dasar itulah, aku memiliki visi penting yaitu mengembalikan nama baik sekolah di mata masyarakat dan mata para guru di sekolah lain. Lagi pula, aku berpikir bahwa ini merupakan masalah-masalah yang memang wajar di daerah 3T.
Tugas utama sebagai seorang guru adalah mengajar. Akupun berusaha untuk mengisi kelas 4 dan 5 sekaligus dalam satu waktu. Ternyata, mengisi kelas rangkap bukanlah perkara yang mudah, terlebih yang diajar merupakan anak sekolah dasar yang belum bisa mengemban tugas secara mandiri. Apalagi, saat itu buku pelajaran tidaklah lengkap membuat perjuangan menjadi semakin berat, bahkan aku pernah mengajar di dalam kelas hanya bermodalkan materi yang ada di kepala dan telepon genggam. Aku merasa ilmuku tidaklah cukup, karena dasar saya adalah mengajar di SMP ataupun di SMA namun saya harus menangani anak SD. Karakter anak SD dengan jenjang SMA atau sederajat sangatlah berbeda. Daya tangkap dan daya nalar sangat berbeda. Akupun terus melakukan adaptasi, dan mencari jalan keluar dengan meminta saran dari orang tua yang kebetulan guru sekolah dasar.

Alhamdullah, rasa bersalah kini mulai berkurang. Anak sudah mulai mampu belajar dengan baik. Masalah ada pada keterbatasan bahasa atau kosakata dan cara belajar mereka yang perlu diperbaiki. Sedikit demi sedikit, kuperbaiki cara belajar mereka, mulai dari membaca dengan benar, memahami setiap kata sehingga bacaan dapat dipahami, memahami pertanyaan, hingga mencari jawaban di buku. Selain itu, di sini, aku bisa mewujudkan cita-cita yang belum terwujud selama ini yaitu mengajar olahraga, namun di SDK Buikoun aku bisa mewujudknanya. Sungguh, suatu pengalaman yang luar biasa.
Tugas lain yang tidak kalah penting yaitu memegang data pokok pendidikan (Dapodik) dan Penjamin Mutu Pendidikan (PMP). Hal ini tentu adalah hal baru. Ini merupakan tugas Operator sekolah yang kebetulan kosong. Ini sangat penting dan benar-benar genting. Dana Bos dapat macet jika ini tidak segera ditangani. Jika dana macet, kami guru tidak bisa menjalankan kegiatan dengan lancar karena dana kegiatan semua diambil dari dana BOS.
Terkadang, aku bertanya dalam hati mengapa sekolah penempatanku seperti ini. Mengapa sampai guru hanya tersisa tiga padahal dahulu dapat dibilang cukup? Mengapa banyak rumor negatif tentang sekolah ini? Itu sekelumit pertanyaan dari sebuah masalah yang ada. Akan tetapi dalam hati, hal ini memang merupakan bagian masalah dari sekolah yang ada di daerah 3T. Bulan Maret tahun 2017 terdapat kabar yang menyedihkan. Bapak Josef Manek Neno, kepala sekolah sekaligus bapak angkatku diturunkan dari jabatannya dan posisinya digantikkan oleh stafnya. Hal ini merupakan bagian dari duka di penempatan.  Setelah sekian lama dibimbing oleh beliau, namun harus dipisahkan karena ada tugas baru yang harus beliau emban yaitu menjadi pengawas sekolah.
3 bulan telah berlalu, aku masih merasa kehilangan mantan kepala sekoah meskipun masih sama-sama bertugas untuk pendidikan dan 3 bulan, aku dipimpin oleh kepala sekolah yang baru. Beliau adalah Romana Rohan Mau. Aku berharap di tangan beliau ada sebuah perubahan pada wajah SDK Buikoun yang muram dan mengubah ironi menjadi sebuah puisi.

Tak terasa, aku hampir satu tahun di penempatan. Kamis, tanggal 15 Juni 2017 merupakan hari penting dan bersejarah. Kami telah menyampaikan pengumuman kelulusan sekaligus pelepasan siswa siswi kelas 6. Aku merasa waktu berjalan cepat. Rasanya senang bercampur haru karena dapat mengantarkan siswa- siswi melangkah satu tangga menuju masa depan mereka. Aku juga merasa bahagia, karena kini, sekolah kami telah menjadi lebih baik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar