Translate

Sabtu, 12 Agustus 2017

Membawaku Mengenal Sebagian Indonesia







 Oleh : Muthiah Ikhwandhia, S. Pd



Merantau dan melakukan perjalanan jauh hingga ke luar provinsi merupakan pengalaman baru dan pertama dalam kehidupan saya, dan perjalanan baru saya pun dimulai pada saat saya memutuskan untuk mengikuti program SM-3T yaitu Sarjana Mendidik di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Tidak terasasudah hampir satu tahun saya menjalani kehidupan di tanah rantau, tanah yang sama sekali belum pernah saya jajaki sebelumnya yaitu di Tanah Timor lebih tepatnya di Kabupaten Malaka yang menjadi lokasi penempatan saya. Mengikuti program SM-3T dan menjadi bagian dari keluarga ini menjadi kebanggan tersendiri bagi saya. Program yang mempunyai slogan “Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia” dan menginspirasi ini mengajak untuk melakukan suatu perubahan yang akhirnya bisa menjadikan lebih baik tentunya bukan hanya untuk saya pribadi tapi juga untuk orang lain. Memang seperti mempunyai tanggung jawab dan beban tersendiri, namun memberikan petualangan baru dengan begitu banyak keseruan baik suka maupun duka.
Awalnya tidak terfikirkan untuk mengikuti SM-3T, orang tua pun sedikit tidak menyetujui saya ikut program ini karena saya anak perempuan terakhir dan baru saja lulus terlebih tidak ada satu teman sejurusan yang ikut SM-3T. Sayapun membujuk dan memberi pengertian agar orang tua terlebih ibu sayauntuk mau mengerti. Akhirnya, beberapa hari saya membujuk ibu saya memberikan izin dan merelakan saya untuk ikut dan pergi merantau.Ibu saya hanya berucap, “Penempatan mana ya dek? semoga dapat di NTT”. Karena cerita dari kerabat dan keluarga yang pernah merantau kesana. Setelah mendapatkan izin, ada sedikit keraguan saat saya memutuskan untuk meneruskan proses seleksi tahap akhir namun rasa ragu itu sedikit hilang setelah bertemu dan berkenalan dengan teman-teman yang mengikuti SM-3T terlebih dengan teman-teman sepenempatan. Sedikit terjawab juga doa ibu saya ketika saya di tempatkan di NTT.
Pada saat pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Bandara El Tari Kupang, perasaan senang, sedih, takut, bingung menjadi satu, dan saya pun di buat takjub dengan birunya langit yang cerah seakan menyambut dan dalah hati saya berucap, “Selamat datang, perjalanan baru pun dimulai, inilah NTT, selamat mendidik, selamat mengabdi, dan apa yang akan saya lakukan dan berikan?”.Pertanyaan itu pun masih muncul selama di perjalanan, walaupun berlatar belakang dengan embel-embel S.Pd., “Apakah bisa saya menjadi guru? Perubahan apa yang bisa saya lakukan? dan apakah ini jalannya?”. Hingga malam tiba saya pun masih memikirkan, dan masih teringat sekali pada malam hari beribu bintang terasa begitu terang dan dekat, kanan kiri belum ada penerangan jalan, rumah penduduk berbentuk lopo dengan jarak berjauhan yang hanya di terangi lampu dengan nyala redup yang menambah saya menjadi berfikir, mampu tidaknya saya menjalani tugas di kecamatan Wewiku Kabupaten Malaka tempat dimana saya ditempatkan.Lingkungan, budaya, dan adat istiadat yang sangat jauh berbeda dengan tempat tinggal saya di Magelang, dan akan menjadi tempat tinggal saya selama satu tahun di penempatan. Semoga SM-3T menjadi salah satu jalan yang memberikan penguatan bagi saya akan pilihan hidup sebagai seorang pendidik yang setidaknya untuk diri sendiri yang memberikan pengalaman berharga.

Tiba di penempatan, kami disambut oleh Kepala Dinas PKPO di kantor dinas PKPO yang dilanjut dengan “Tebe” tarian daerah kabupaten Malaka dilanjutkan dengan pemberian sambutan oleh Bupati di kantor Bupati sekaligus pembacaan tempat penugasan dan pengenalan dengan kepala sekolah. SMK N Wewiku Badarai adalah sekolah yang menjadi tempat saya bertugas, beralamatkan di Jalan Dusun Sakarai, Desa Badarai, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka. Awalnya pada saat pembagian dan dibacakan tempat penugasan agak sedikit asing dan kesusahan mengeja karena bahasa dan dialeknya berbeda. Awal pertama sayadiantar bersama dengan dua teman se kecamatan dan ibu kepala sekolah salah satu teman saya diantar menggunakan “oto” sebutan kendaraan beroda empat disini. Beruntung saya ditempatkan di kecamatan tidak seorang diri tetapi ada lima orang lainnya yang bahkan kami pun belum sangat terlalu kenal bahkan mungkin masih bertanya, “Itu orangnya yang mana?” karena perkenalan dan pertemuan yang sangat singkat. Sekitar 30 menit oto melaju, oto tersebut berhenti di depan rumah pinggir jalan raya di Desa Webriamata dan ternyata itu adalah rumah yang akan saya tempati dan menjadi keluarga baru, saya pun turun dan berpisah dengan dua teman saya.
Disinilah keluarga baru saya tinggal, menyambut dengan hangat dan ramah. Mama Etek adalah orang baru yang pertama kalinya saya temui dan membantu saya membawakan barang-barang saya masuk ke dalam kamar dan dia adalah keluarga baru saya yang menemani dan membantu pekerjaan rumah. Di teras rumah disambut dengan laki-laki dan perempuan paruh baya yang sudah berdiri sejak saya turun dari oto, mereka adalah Opa Arnold dan Oma Klara biasa saya panggil mereka. Di rumah saya tinggal bersama denga Opa dan Oma kami hanya bertiga karena Mama Etek hanya datang dan sore hari pulang ke rumahnya, sedangkan anak-anaknya tinggal terpisah dan hanya sesekali berkunjung, hanya Papa Frans anak Opa yang teakhir yang tinggal berdekatan. Sedangkan, pagi Mama Etek datang kemudian sore kembali ke rumahnya. Setiap hari banyak berinteraksi dengan mereka karena tidak ada teman sebaya di keluarga tersebut hanya sesekali pada saat berkunjung.
Jarak dari rumah sampai dengan sekolah sekitar ± 10 menit jika ditempuh dengan motor melewati jalan utama dan ± 45 menit jika berjalan kaki melewati jalan pintas.Mungkin di dalam bayangan jika SMK itu berada di dekat dengan kota, namun ternyata tidak dan lokasinya di dalam kampung dan saat pertama kali saya datang membuat saya terkejut karena sangat jauh dari jalan raya, jalan masih bebatuan, tidak ada pertokoan dan terkadang ojek pun malas untuk antar sampai ke sekolah karena ternyata lokasinya di pesisir dekat dengan laut, tambak ikan dan garam. Tidak hanya jalan yang membuat saya terkejut namun jurusan yang di tawarkan di sekolah itu pun membuat saya terkejut yaitu Jurusan Perikanan dan Pertanian yang sangat jauh latar belakangnya dengan jurusan saya yaitu Pendidikan Teknik Elektronika.Tiba pertama kali di sekolah disambut ramah dengan guru-guru, berkenalan dengan siswa di seriap kelas dan langsung diberikan tugas untuk mengajar dua mata pelajaran yaitu Matematika kelas X dan KKPI kelas XII.

Pada awal bulan pertama, saya berangkat sekolah berjalan kaki melewati jalan pintas bersama dengan beberapa siswa SMK dan rekan guru yang tempat tinggalnya satu desa dengan saya. Berangkat dari rumah jam 06.00 WITA dan tiba di sekolah sekitar jam 06.45 WITA itu untuk ukuran pemula seperti saya yang belum pernah terbiasa berjalan kaki. Pernah suatu hari karena saya merasa berjalan agak lambat dan tertinggal langkah dari mereka, saya sengaja berjalan lebih cepat dan selalu di depan mereka. Ada salah satu anak yang bertanya, “Ibu kenapa ibu jalan selalu di depan?”, saya pun menjawab dengan sedikit bergurau,”Kalau ibu jalan sama-sama dengan kalian, ibu akan tertinggal karna kalian jalan cepat-cepat apalagi kalau pulang sekolah, sudah panas, kalian lapar, jalan kaki, tambah lagi ibu akan tertinggal dan kalau sudah tertinggal ibu susah untuk mengejar”, seketika kami semua pun tertawa. Tidak terasa selama perjalanan diselingi dengan obrolan dan canda tawa bersama, banyak memberikan pembelajaran dan cerita baru membuat perjalanan tidak terasa.Meskipun berjalan kaki dan cukup jauh tidak ada kata terlambat untuk mereka tiba ke sekolah, mereka juga termasuk anak yang pintar dan mempunyai prestasi di sekolah.
Selama hampir satu tahun ini saya habiskan hari-hari bersama anak-anak yang begitu semangat untuk datang ke sekolah, walaupun terkadang beberapa dari mereka masih belum sadar dan arti penting untuk apa mereka bersekolah. Setiap hari sebelum mengajar dan tampil di depan siswa, malam harinya saya juga belajar materi apa yang akan sampaikan, walaupun pelajaran tersebut tidak asing namun perlu belajar dan memikirkan cara agar materi yang saya sampaikan bisa diterima. Saat proses pembelajaran berlangsung, keterampilan guru pun mulai diuji dan diasah bagaimana memanfaatkan fasilitas yang ada hanya papan tulis. Saat pelajaran Matematika kelas X tidak banyak materi yang mungkin terpenuhi karena lebih fokus untuk mengajarkan perhitungan dasar yang seharusnya itu sudah diterima di SD, karena akan sulit untuk melajutkan materi ketika dasar yang mereka belum dikuasai. Memberikan kuis dan memberikan poin berupa tambahan nilai pada saat maju mengerjaiakan soal di depan kelas adalah kesenangan mereka, banyak yang berebut dan tak jarang untuk meminta soal tambahan agar masih ada kesempatan untuk maju ke depan. Saat pelajaran KKPI dengan tidak adanya fasilitas komputer yang seharusnya adalah alat utama untuk mereka belajar, menjadisulit dalam memberikan penjelasan dan memberikan gambaran. Oleh karena itu, hanya menggunakan laptop yang saya punya untuk praktik, walaupun sedikit lama karena harus satu persatu ataupun berkelompok agar mereka bisa mencoba untuk melakukan praktikum. Minimnya fasilitas yang ada tidak lantas menyurutkan semangat mereka untuk belajar.
Berbagai variasi metode pembelajaran pun saya terapkan agar siswa tidak cepat bosan dan jenuh saat mereka menerima materi pembelajaran. Tidak sedikit guru yang memberikan pembelajaran melihat dari minat dan perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran, karena tidak mudah untuk bisa menerapkan model pembelajaran seperti teori-teori yang ada. Penggunaan “Bahasa Tetun”salah satu bahasa daerah di Malaka yang masih mendominasi mereka untuk berkomunikasi menyulitkan untuk berkomunikasi karena mimimnya kosakata dan penggunaan Bahasa Indonesia. Terkadang pada saat menjelaskan materi pelajaran ketika mereka susah untuk memahami apa yang dimaksud saya pun mencoba untuk mengganti kosakata lain yang mereka ketahui agar mereka bisa memahami apa yang dimaksudkan. Sesekali ketika masih ada yang belum memahami materi, saya meminta bantuan kepada siswa lain yang sudah paham untuk memberikan penjelasan dan bahkan menggunakan bahasa daerah. Duduk, diam, menghela nafas panjang dan berfikir sebentar adalah hal yang saya lakukan ketika saya sudah kewalahan untuk menghadapi siswa-siswa saya ketika tidak memahami apa yang saya ajarkan walaupun sudah hampir setiap pertemuan kami bahas. Setiap kali saya bersikap seperti itu, beberapa siswa mulai memahami dan mulai menegur teman-temannya, “Diam sudah, lihat Ibu Muthia capek!” seketika semua diam, duduk berkelompok dan mulai berdiskusi materi yang saya ajarkan untuk bertanya kepada siswa yang lebih pintar di kelas tersebut. Melihat tingkah laku mereka memang lucu, terkadang mereka suka menyepelakan namun disisi lain masih ada motivasi untuk belajar dan mencoba untuk berusaha. Saya berharap siswa saya terus bermimpi besar dan mau berusaha dengan keras mewujudkan mimpi-mimpi mereka, sehingga setiap kali mengajar saya akan bilang ke mereka, “Ibu akan tunggu kabar sukses kalian”.
Pengalaman baru selain saat pembelajaran di sekolah, yaitu menjadi guru piket dadakan yang setiap hari datang pagi sendiri untuk menyiapkan siswa sebelum masuk kelas. Menjadi guru pebimbing salah satu mata pelajaran untuk USBN kelas XII dan memberikan les tambahan, menjadi guru pembina kegiatan pramuka, menjadi guru, menjadi panitia penerimaan peserta didik baru dan guru pendamping kegiatan Praktik Kerja Lapangan dan masih banyak hal yang dapat menjadikan saya belajar dan memberikan pengetahuan serta pengalaman baru selama saya disini seperti sedikit belajar tentang pertanian dan perikanan. Sekolah yang menjadi tempat tugas saya sangatlah luas. Lahan untuk tambak perikanan dan pertanian sebetulnya masih sangat bisa untuk lebih dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga bisa menghasilkan produk sendiri dan bekerjasama dengan pihak DU/DI seperti menerapkan metode Teaching Factory, selain sekolah mendapatkan penghasilan tambahan, menjadi tempat siswa untuk prakerin, siswa mendapatkan pengalaman berwirausaha, dan meningkatkan etos kerja. Pernah mengusulkan untuk melakukan sedikit perubahan seperti itu, hanya yang menjadi permasalahan yaitu pada saat untuk memulai dan sumber daya manusia yang belum bisa untuk mengelola. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungan baru yang serba mungkin masih dibiling belum maju dan masih terlalu banyak campur tangan dengan berbagai pihak mengajarkan saya untuk melihat sesuatu bukan dari ada apanya namun apa adanya karena untuk mengambil langkah perubahan baru tidaklah mudah.
Indonesia memang berbeda-beda namun tetap satu jua, walaupun banyak perbedaan namun tidak lantas menjadikan kami merasa asing. Slogan tersebut memang bukan hanya sekedar kata-kata. Saya seorang Muslim dan menjadi agama minoritas disini, karena semua masyarakat beragama Katholik. Tidak pernah saya dihina, dikucilkan, dijauhi, atau dimusuhi. Bahkan saat dirumah saya dengan Oma atau Opa selalu bertukar cerita atau pandangan dari sudut Islam maupun Katholik dan tidak saling menjatuhkan, karena setiap agama pasti mengajarkan kebaikan. Masyarakatnya memiliki rasa toleransi yang tinggi, pertama kali diterima di rumah keluarga baru, Oma pun bertanya, “Muti, kasih tau oma ko pantangan di Muti punya agama?” Saya pun menjelaskan, mereka menjadi sangat memperhatikan hal tersebut. Ketika ada acara adat, pesta atau acara lainnya dengan sajian daging babi atau anjing, mereka langsung paham untuk memasak di tempat lain dan memisahkan peralatan makan untuk saya. Khusus untuk saya disediakan ikan atau ayam hidup yang harus saya sembelih sendiri, terkadang mereka meminta saya untuk menyembelih agar kami juga bisa makan sama-sama. Sudah puluhan ayam yang menjadi “korban” dan itu menjadi pengalaman yang teramat baru. Kami saling menjaga dan menghormati perbedaan umat beragama, seperti pada saat beribadah, Oma di rumah pun sering mengingatkan saya untuk sholat, dan tak jarang setiap hari Minggu saya mengantar Oma pergi ke Gereja. Pada acara-acara tertentu dan mendapat undangan, saya pun turut hadir seperti acara Perarakan Patung Bunda Maria, menghias gereja dan ikut serta dalam acara tersebut. Pengalama baru bagi saya walaupun itu bukan serangkaian acara dalam agama Islam namun bagi saya keyakinan beragama itu hubungan setiap orang dengan tuhannya. 
Banyak pengalaman baru yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya terlebih pada saat terjun di masyarakat. Mengenal kebiasaan, budaya, bahasa dan adat istiadat masyarakat sekitar. Suatu kebanggaan tersendiri ketika saya belajar tenun dan menghasilkan tenun buatan sendiri, setiap pulang sekolah Oma mengajari saya menenun mulai dari gulung benang sampai jadi selendang walaupun mungkin belum dengan motif yang sulit. Mengajarkan saya membuat akabilan, bose, dan batomak yang merupakan makanan khas daerah sini.Opa mengajarkan saya kerja tambak dan tangkap ikan di tambak miliknya. Mengenal Bahasa Tetun sedikit demi sedikit, belajar dari cucu oma, guru-guru di sekolah dan masyarakat sekitar. Suatu ketika pernah beberapa hari saya di tes soal-soal Bahasa Tetun oleh guru-guru, bisa dikatakan sebagai bahan selingan dan bercanda untuk kami. Kebiasaan yang belum bisa saya lakukan yaitu makan sirih pinang yang dicampur dengan kapur, makanan adat masyarakat disini yang menjadi suguhan setiap hari.Disini pun saya dan teman-teman mendapat nama panggilan baru seperti “Bete Fouk” diibaratkan seperti ketela yang sudah dikupas dan dalamnya berwarna putih, yang berarti baik hati atau berhati putih. Nama panggilan lain yaitu “Bete Muti” yang bearti perempuan putih, walaupun kadang suka jadi bahan lelucon menjadi “Bete Muti su Metan”, artinya perempuan putih yang sudah hitam. Daerah tempat tinggal dan sekolah saya memang lokasinya di pesisir jadi memang lebih panas di bandingkan lokasi penempatan teman saya lainnya.
Perbedaan itu indah jika kita bisa memaknainya dengan bijak. Indonesia itu kaya karena kita bisa menjadi satu dengan segala perbedaan yang ada. Menghargai dan menghormati satu sama lain itu saya temukan disini. Bahagia dan menjadi sangat istimewa atas pertemuan ini yang menjadikan pengalaman baru saya dengan banyak pelajaran berharga.Pada akhirnya hanya rindu yang tersisa karena masa tugas satu tahun hampir usai. Saya berharap pendidikan di tanah Timor semakin maju walaupun dengan segala keterbatasan yang ada. Semoga saya bisa dipertemukan kembali dilain kesempatan dengan pengalaman yang berbeda. Terima kasih SM-3T membawa saya mengenal sebagian Indonesia di Tanah Timor, Aku Indonesia, Kamu Indonesia, Kita Indonesia, Mari Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.





1 komentar: