Oleh : Muthiah Ikhwandhia, S. Pd
Merantau dan melakukan perjalanan jauh
hingga ke luar provinsi merupakan pengalaman baru dan pertama dalam kehidupan
saya, dan perjalanan baru saya pun dimulai pada saat saya memutuskan untuk
mengikuti program SM-3T yaitu Sarjana Mendidik di Daerah 3T (Terdepan, Terluar,
dan Tertinggal). Tidak terasasudah hampir satu tahun saya menjalani kehidupan
di tanah rantau, tanah yang sama sekali belum pernah saya jajaki sebelumnya yaitu
di Tanah Timor lebih tepatnya di Kabupaten Malaka yang menjadi lokasi
penempatan saya. Mengikuti program SM-3T dan menjadi bagian dari keluarga ini
menjadi kebanggan tersendiri bagi saya. Program yang mempunyai slogan “Maju
Bersama Mencerdaskan Indonesia” dan menginspirasi ini mengajak untuk melakukan
suatu perubahan yang akhirnya bisa menjadikan lebih baik tentunya bukan hanya
untuk saya pribadi tapi juga untuk orang lain. Memang seperti mempunyai
tanggung jawab dan beban tersendiri, namun memberikan petualangan baru dengan
begitu banyak keseruan baik suka maupun duka.
Awalnya tidak terfikirkan untuk
mengikuti SM-3T, orang tua pun sedikit tidak menyetujui saya ikut program ini
karena saya anak perempuan terakhir dan baru saja lulus terlebih tidak ada satu
teman sejurusan yang ikut SM-3T. Sayapun membujuk dan memberi pengertian agar
orang tua terlebih ibu sayauntuk mau mengerti. Akhirnya, beberapa hari saya
membujuk ibu saya memberikan izin dan merelakan saya untuk ikut dan pergi
merantau.Ibu saya hanya berucap, “Penempatan mana ya dek? semoga dapat di NTT”.
Karena cerita dari kerabat dan keluarga yang pernah merantau kesana. Setelah
mendapatkan izin, ada sedikit keraguan saat saya memutuskan untuk meneruskan
proses seleksi tahap akhir namun rasa ragu itu sedikit hilang setelah bertemu
dan berkenalan dengan teman-teman yang mengikuti SM-3T terlebih dengan
teman-teman sepenempatan. Sedikit terjawab juga doa ibu saya ketika saya di
tempatkan di NTT.
Pada saat pertama kalinya saya menginjakkan
kaki di Bandara El Tari Kupang, perasaan senang, sedih, takut, bingung menjadi
satu, dan saya pun di buat takjub dengan birunya langit yang cerah seakan
menyambut dan dalah hati saya berucap, “Selamat datang, perjalanan baru pun
dimulai, inilah NTT, selamat mendidik, selamat mengabdi, dan apa yang akan saya
lakukan dan berikan?”.Pertanyaan itu pun masih muncul selama di perjalanan, walaupun
berlatar belakang dengan embel-embel S.Pd., “Apakah bisa saya menjadi guru?
Perubahan apa yang bisa saya lakukan? dan apakah ini jalannya?”. Hingga malam
tiba saya pun masih memikirkan, dan masih teringat sekali pada malam hari
beribu bintang terasa begitu terang dan dekat, kanan kiri belum ada penerangan
jalan, rumah penduduk berbentuk lopo dengan jarak berjauhan yang hanya di
terangi lampu dengan nyala redup yang menambah saya menjadi berfikir, mampu
tidaknya saya menjalani tugas di kecamatan Wewiku Kabupaten Malaka tempat
dimana saya ditempatkan.Lingkungan, budaya, dan adat istiadat yang sangat jauh
berbeda dengan tempat tinggal saya di Magelang, dan akan menjadi tempat tinggal
saya selama satu tahun di penempatan. Semoga SM-3T menjadi salah satu jalan
yang memberikan penguatan bagi saya akan pilihan hidup sebagai seorang pendidik
yang setidaknya untuk diri sendiri yang memberikan pengalaman berharga.
Tiba di penempatan, kami disambut oleh
Kepala Dinas PKPO di kantor dinas PKPO yang dilanjut dengan “Tebe” tarian
daerah kabupaten Malaka dilanjutkan dengan pemberian sambutan oleh Bupati di
kantor Bupati sekaligus pembacaan tempat penugasan dan pengenalan dengan kepala
sekolah. SMK N Wewiku Badarai adalah sekolah yang menjadi tempat saya bertugas,
beralamatkan di Jalan Dusun Sakarai, Desa Badarai, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka.
Awalnya pada saat pembagian dan dibacakan tempat penugasan agak sedikit asing
dan kesusahan mengeja karena bahasa dan dialeknya berbeda. Awal pertama sayadiantar
bersama dengan dua teman se kecamatan dan ibu kepala sekolah salah satu teman
saya diantar menggunakan “oto” sebutan kendaraan beroda empat disini. Beruntung
saya ditempatkan di kecamatan tidak seorang diri tetapi ada lima orang lainnya
yang bahkan kami pun belum sangat terlalu kenal bahkan mungkin masih bertanya,
“Itu orangnya yang mana?” karena perkenalan dan pertemuan yang sangat singkat. Sekitar
30 menit oto melaju, oto tersebut berhenti di depan rumah pinggir jalan raya di
Desa Webriamata dan ternyata itu adalah rumah yang akan saya tempati dan
menjadi keluarga baru, saya pun turun dan berpisah dengan dua teman saya.
Disinilah keluarga baru saya tinggal,
menyambut dengan hangat dan ramah. Mama Etek adalah orang baru yang pertama
kalinya saya temui dan membantu saya membawakan barang-barang saya masuk ke
dalam kamar dan dia adalah keluarga baru saya yang menemani dan membantu
pekerjaan rumah. Di teras rumah disambut dengan laki-laki dan perempuan paruh
baya yang sudah berdiri sejak saya turun dari oto, mereka adalah Opa Arnold dan
Oma Klara biasa saya panggil mereka. Di rumah saya tinggal bersama denga Opa
dan Oma kami hanya bertiga karena Mama Etek hanya datang dan sore hari pulang
ke rumahnya, sedangkan anak-anaknya tinggal terpisah dan hanya sesekali
berkunjung, hanya Papa Frans anak Opa yang teakhir yang tinggal berdekatan.
Sedangkan, pagi Mama Etek datang kemudian sore kembali ke rumahnya. Setiap hari
banyak berinteraksi dengan mereka karena tidak ada teman sebaya di keluarga
tersebut hanya sesekali pada saat berkunjung.
Jarak dari rumah sampai dengan sekolah
sekitar ± 10 menit jika ditempuh dengan motor melewati jalan utama dan ± 45
menit jika berjalan kaki melewati jalan pintas.Mungkin di dalam bayangan jika
SMK itu berada di dekat dengan kota, namun ternyata tidak dan lokasinya di
dalam kampung dan saat pertama kali saya datang membuat saya terkejut karena sangat
jauh dari jalan raya, jalan masih bebatuan, tidak ada pertokoan dan terkadang
ojek pun malas untuk antar sampai ke sekolah karena ternyata lokasinya di
pesisir dekat dengan laut, tambak ikan dan garam. Tidak hanya jalan yang
membuat saya terkejut namun jurusan yang di tawarkan di sekolah itu pun membuat
saya terkejut yaitu Jurusan Perikanan dan Pertanian yang sangat jauh latar
belakangnya dengan jurusan saya yaitu Pendidikan Teknik Elektronika.Tiba
pertama kali di sekolah disambut ramah dengan guru-guru, berkenalan dengan siswa
di seriap kelas dan langsung diberikan tugas untuk mengajar dua mata pelajaran
yaitu Matematika kelas X dan KKPI kelas XII.
Pada awal bulan pertama, saya berangkat
sekolah berjalan kaki melewati jalan pintas bersama dengan beberapa siswa SMK
dan rekan guru yang tempat tinggalnya satu desa dengan saya. Berangkat dari
rumah jam 06.00 WITA dan tiba di sekolah sekitar jam 06.45 WITA itu untuk
ukuran pemula seperti saya yang belum pernah terbiasa berjalan kaki. Pernah
suatu hari karena saya merasa berjalan agak lambat dan tertinggal langkah dari
mereka, saya sengaja berjalan lebih cepat dan selalu di depan mereka. Ada salah
satu anak yang bertanya, “Ibu kenapa ibu jalan selalu di depan?”, saya pun menjawab
dengan sedikit bergurau,”Kalau ibu jalan sama-sama dengan kalian, ibu akan
tertinggal karna kalian jalan cepat-cepat apalagi kalau pulang sekolah, sudah
panas, kalian lapar, jalan kaki, tambah lagi ibu akan tertinggal dan kalau
sudah tertinggal ibu susah untuk mengejar”, seketika kami semua pun tertawa. Tidak
terasa selama perjalanan diselingi dengan obrolan dan canda tawa bersama,
banyak memberikan pembelajaran dan cerita baru membuat perjalanan tidak terasa.Meskipun
berjalan kaki dan cukup jauh tidak ada kata terlambat untuk mereka tiba ke
sekolah, mereka juga termasuk anak yang pintar dan mempunyai prestasi di
sekolah.
Selama hampir satu tahun ini saya
habiskan hari-hari bersama anak-anak yang begitu semangat untuk datang ke
sekolah, walaupun terkadang beberapa dari mereka masih belum sadar dan arti
penting untuk apa mereka bersekolah. Setiap hari sebelum mengajar dan tampil di
depan siswa, malam harinya saya juga belajar materi apa yang akan sampaikan,
walaupun pelajaran tersebut tidak asing namun perlu belajar dan memikirkan cara
agar materi yang saya sampaikan bisa diterima. Saat proses pembelajaran
berlangsung, keterampilan guru pun mulai diuji dan diasah bagaimana
memanfaatkan fasilitas yang ada hanya papan tulis. Saat pelajaran Matematika kelas
X tidak banyak materi yang mungkin terpenuhi karena lebih fokus untuk
mengajarkan perhitungan dasar yang seharusnya itu sudah diterima di SD, karena
akan sulit untuk melajutkan materi ketika dasar yang mereka belum dikuasai. Memberikan
kuis dan memberikan poin berupa tambahan nilai pada saat maju mengerjaiakan
soal di depan kelas adalah kesenangan mereka, banyak yang berebut dan tak
jarang untuk meminta soal tambahan agar masih ada kesempatan untuk maju ke
depan. Saat pelajaran KKPI dengan tidak adanya fasilitas komputer yang
seharusnya adalah alat utama untuk mereka belajar, menjadisulit dalam
memberikan penjelasan dan memberikan gambaran. Oleh karena itu, hanya
menggunakan laptop yang saya punya untuk praktik, walaupun sedikit lama karena harus
satu persatu ataupun berkelompok agar mereka bisa mencoba untuk melakukan
praktikum. Minimnya fasilitas yang ada tidak lantas menyurutkan semangat mereka
untuk belajar.
Berbagai variasi metode pembelajaran pun
saya terapkan agar siswa tidak cepat bosan dan jenuh saat mereka menerima
materi pembelajaran. Tidak sedikit guru yang memberikan pembelajaran melihat
dari minat dan perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran, karena tidak mudah
untuk bisa menerapkan model pembelajaran seperti teori-teori yang ada.
Penggunaan “Bahasa Tetun”salah satu bahasa daerah di Malaka yang masih
mendominasi mereka untuk berkomunikasi menyulitkan untuk berkomunikasi karena
mimimnya kosakata dan penggunaan Bahasa Indonesia. Terkadang pada saat
menjelaskan materi pelajaran ketika mereka susah untuk memahami apa yang
dimaksud saya pun mencoba untuk mengganti kosakata lain yang mereka ketahui
agar mereka bisa memahami apa yang dimaksudkan. Sesekali ketika masih ada yang
belum memahami materi, saya meminta bantuan kepada siswa lain yang sudah paham
untuk memberikan penjelasan dan bahkan menggunakan bahasa daerah. Duduk, diam, menghela
nafas panjang dan berfikir sebentar adalah hal yang saya lakukan ketika saya
sudah kewalahan untuk menghadapi siswa-siswa saya ketika tidak memahami apa
yang saya ajarkan walaupun sudah hampir setiap pertemuan kami bahas. Setiap
kali saya bersikap seperti itu, beberapa siswa mulai memahami dan mulai menegur
teman-temannya, “Diam sudah, lihat Ibu Muthia capek!” seketika semua diam, duduk
berkelompok dan mulai berdiskusi materi yang saya ajarkan untuk bertanya kepada
siswa yang lebih pintar di kelas tersebut. Melihat tingkah laku mereka memang
lucu, terkadang mereka suka menyepelakan namun disisi lain masih ada motivasi
untuk belajar dan mencoba untuk berusaha. Saya berharap siswa saya
terus bermimpi besar dan mau berusaha dengan keras mewujudkan mimpi-mimpi
mereka, sehingga setiap kali mengajar saya akan bilang ke mereka, “Ibu akan
tunggu kabar sukses kalian”.
Pengalaman baru selain saat pembelajaran
di sekolah, yaitu menjadi guru piket dadakan yang setiap hari datang pagi sendiri
untuk menyiapkan siswa sebelum masuk kelas. Menjadi guru pebimbing salah satu
mata pelajaran untuk USBN kelas XII dan memberikan les tambahan, menjadi guru
pembina kegiatan pramuka, menjadi guru, menjadi panitia penerimaan peserta
didik baru dan guru pendamping kegiatan Praktik Kerja Lapangan dan masih banyak
hal yang dapat menjadikan saya belajar dan memberikan pengetahuan serta pengalaman
baru selama saya disini seperti sedikit belajar tentang pertanian dan
perikanan. Sekolah yang menjadi tempat tugas saya sangatlah luas. Lahan untuk
tambak perikanan dan pertanian sebetulnya masih sangat bisa untuk lebih
dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga bisa menghasilkan produk sendiri dan
bekerjasama dengan pihak DU/DI seperti menerapkan metode Teaching Factory, selain sekolah mendapatkan penghasilan tambahan, menjadi
tempat siswa untuk prakerin, siswa mendapatkan pengalaman berwirausaha, dan meningkatkan
etos kerja. Pernah mengusulkan untuk melakukan sedikit perubahan seperti itu, hanya
yang menjadi permasalahan yaitu pada saat untuk memulai dan sumber daya manusia
yang belum bisa untuk mengelola. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungan
baru yang serba mungkin masih dibiling belum maju dan masih terlalu banyak
campur tangan dengan berbagai pihak mengajarkan saya untuk melihat sesuatu
bukan dari ada apanya namun apa adanya karena untuk mengambil langkah perubahan
baru tidaklah mudah.
Indonesia memang berbeda-beda namun
tetap satu jua, walaupun banyak perbedaan namun tidak lantas menjadikan kami
merasa asing. Slogan tersebut memang bukan hanya sekedar kata-kata. Saya seorang
Muslim dan menjadi agama minoritas disini, karena semua masyarakat beragama Katholik.
Tidak pernah saya dihina, dikucilkan, dijauhi, atau dimusuhi. Bahkan saat
dirumah saya dengan Oma atau Opa selalu bertukar cerita atau pandangan dari
sudut Islam maupun Katholik dan tidak saling menjatuhkan, karena setiap agama
pasti mengajarkan kebaikan. Masyarakatnya memiliki rasa toleransi yang tinggi,
pertama kali diterima di rumah keluarga baru, Oma pun bertanya, “Muti, kasih
tau oma ko pantangan di Muti punya agama?” Saya pun menjelaskan, mereka menjadi
sangat memperhatikan hal tersebut. Ketika ada acara adat, pesta atau acara lainnya
dengan sajian daging babi atau anjing, mereka langsung paham untuk memasak di
tempat lain dan memisahkan peralatan makan untuk saya. Khusus untuk saya
disediakan ikan atau ayam hidup yang harus saya sembelih sendiri, terkadang
mereka meminta saya untuk menyembelih agar kami juga bisa makan sama-sama. Sudah
puluhan ayam yang menjadi “korban” dan itu menjadi pengalaman yang teramat
baru. Kami saling menjaga dan menghormati perbedaan umat beragama, seperti pada
saat beribadah, Oma di rumah pun sering mengingatkan saya untuk sholat, dan tak
jarang setiap hari Minggu saya mengantar Oma pergi ke Gereja. Pada acara-acara
tertentu dan mendapat undangan, saya pun turut hadir seperti acara Perarakan
Patung Bunda Maria, menghias gereja dan ikut serta dalam acara tersebut.
Pengalama baru bagi saya walaupun itu bukan serangkaian acara dalam agama Islam
namun bagi saya keyakinan beragama itu hubungan setiap orang dengan
tuhannya.
Banyak pengalaman baru yang belum pernah
saya dapatkan sebelumnya terlebih pada saat terjun di masyarakat. Mengenal
kebiasaan, budaya, bahasa dan adat istiadat masyarakat sekitar. Suatu
kebanggaan tersendiri ketika saya belajar tenun dan menghasilkan tenun buatan
sendiri, setiap pulang sekolah Oma mengajari saya menenun mulai dari gulung
benang sampai jadi selendang walaupun mungkin belum dengan motif yang sulit. Mengajarkan
saya membuat akabilan, bose, dan batomak yang merupakan makanan khas daerah
sini.Opa mengajarkan saya kerja tambak dan tangkap ikan di tambak miliknya. Mengenal
Bahasa Tetun sedikit demi sedikit, belajar dari cucu oma, guru-guru di sekolah
dan masyarakat sekitar. Suatu ketika pernah beberapa hari saya di tes soal-soal
Bahasa Tetun oleh guru-guru, bisa dikatakan sebagai bahan selingan dan bercanda
untuk kami. Kebiasaan yang belum bisa saya lakukan yaitu makan sirih pinang
yang dicampur dengan kapur, makanan adat masyarakat disini yang menjadi suguhan
setiap hari.Disini pun saya dan teman-teman mendapat nama panggilan baru
seperti “Bete Fouk” diibaratkan seperti ketela yang sudah dikupas dan dalamnya
berwarna putih, yang berarti baik hati atau berhati putih. Nama panggilan lain
yaitu “Bete Muti” yang bearti perempuan putih, walaupun kadang suka jadi bahan
lelucon menjadi “Bete Muti su Metan”, artinya perempuan putih yang sudah hitam.
Daerah tempat tinggal dan sekolah saya memang lokasinya di pesisir jadi memang
lebih panas di bandingkan lokasi penempatan teman saya lainnya.
Perbedaan itu indah jika kita bisa
memaknainya dengan bijak. Indonesia itu kaya karena kita bisa menjadi satu
dengan segala perbedaan yang ada. Menghargai dan menghormati satu sama lain itu
saya temukan disini. Bahagia dan menjadi sangat istimewa atas pertemuan ini
yang menjadikan pengalaman baru saya dengan banyak pelajaran berharga.Pada akhirnya
hanya rindu yang tersisa karena masa tugas satu tahun hampir usai. Saya berharap
pendidikan di tanah Timor semakin maju walaupun dengan segala keterbatasan yang
ada. Semoga saya bisa dipertemukan kembali dilain kesempatan dengan pengalaman
yang berbeda. Terima kasih SM-3T membawa saya mengenal sebagian Indonesia di
Tanah Timor, Aku Indonesia, Kamu Indonesia, Kita Indonesia, Mari Maju Bersama
Mencerdaskan Indonesia.
Ibu, apa kabar? Kami rindu. Dari adikmu Oshin Bria
BalasHapus