Translate

Selasa, 01 Agustus 2017

Pengabdian di Tanah Tapal Batas






Tanpa terasa, waktu pengabdian ini cepat berlalu ditanah perbatasan. Saya masih teringat saat berpamitan kepada ibu saya untuk ikut berkontribusi menjadi Guru di daerah terpencil.  Program itu bernama Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T). Program tersebut merupakan sebuah jalur pengabdian yang digagas oleh Kemdikubud. Program tersebut merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk pemerataan pendidikan di Indonesia,karena  selama ini salah satu masalah  pendidikan di Indonesia  adalah distribusi guru yang belum merata. Apalagi di daerah terpencil yang masih banyak relative tertinggal karena berbagai faktor. Oleh karena itu pemerintah memanggil para sarjana kependidikan untuk ikut dalam mensuksekan program tersebut. Saat itu, saya merupakan lulusan sarjana yang baru menyelesaikan studi saya, hati saya tergerak ketika program SM-3T dibuka pendaftaran, dan dimulailah perjalanan baru hidup saya ditanah perantuan.
Saya berangkat bersama 52 rekan-rekan yang ditempatkan di kabupaten Malaka, perbatasan antara Indonesia- Timor Leste. Saat kami berangkat dengan jalur udara dari Jogja, tibalah kami dikota kupang, yang merupakan ibukota Provinsi NTT. Kami disambut oleh keramaian kota kupang beserta iklim suhunya yang panas, tetapi tak menyurutkan niat kami untuk mengabdi menjadi guru ditanah perbatasan. Kami tiba dikota Betun setelah melakukan perjalanan menggunakan mobil yang mengantar kami dari kupang menuju kabupaten Malaka. Betun merupakan ibu kota dari Kabupaten Malaka. Kami menginap dihotel untuk beristirahat sejenak, karena pagi, kami menuju kantor bupati untuk menerima pembagian tempat tugas kami. Tibalah waktu pagi, kami berangkat menuju kantor bupati. Hari itu suasana agak ramai di kantor bupati, karena ternyata Bupati mengundang seluruh kepala sekolah yang mendapat jatah untuk menerima guru SM-3T.  Penyambutan kamipun segera mulai disusul pengumumuman pembagian tempat tugas kami dan saya mendapat tempat mengabdi disebuah sekolah yang bernama SDI Fatukro. Saya dijemput oleh kepala sekolah saya yang bernama Bapak Laurensius Kore dan tinggal dirumahnya.
Hari itu saya berkenalan dengan keluarga kepala sekolah saya, dan banyak berecerita tentang daerah sini beserta adat istiadatnya. Haripun berganti. Saya bergegas untuk berangkat ke sekolah. Di sana, saya melihat anak-anak SD yang sedang  berangkat berjalan kaki menuju ke sekolah. Setelah saya tiba disekolah, anak-anak banyak yang masih memandang saya dengan muka asing. Saya segera berkenalan dengan guru-guru yang mengajar di SDI Fatukro, dan juga berkenalan dengan murid-murid SDI Fatukro. Saya tinggal beberapa hari dengan kepala sekolah saya dan memutuskan untuk mencari kos agar dapat lebih mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Setelah saya mencari-cari tempat kos, akhirnya, saya menemukan tempat kos yang berada dikota kecamatan sehingga saya tidak terlalu mengalami kesusahan dalam mencari makan karena tedapat warung makan didekat tempat tinggal saya yang baru. Setelah mendapatkan tempa kos, saya berpamitan kepada keluarga Bapak Laurensius untuk menempati kos. Saya tinggal bersama salah satu rekan guru SM-3t yang kebetulan juga mengajar di SMA dan dekat dengan tepat tinggal kami. Jadi, kami tinggal berdua di kos tersebut. Tempat tinggal kami sangat nyaman karena sudah ada listrik, sinyal dan air melimpah sehingga kami selama tinggal disini tidak telalu mengalami kesusahan.
Hari-hari pertama setelah tidak tinggal bersama bapak kepala sekolah, saya berangkat dengan menaiki angkutan pick up. Orang disana menyebut dengan “otto” kendaraan yang memiliki lebih dari 3 roda. Setelah naik otto,saya melanjutkan perjalanan menuju sekolah dengan berjalan kaki karena otto tidak masuk sekolah saya. Perjalanan tidak terlalu jauh namun cukup menguras tenaga karena jalanan agak sedikit mendaki bukit. Saya disana mengajar sebagai guru mata pelajaran Penjaskes. Ketika saya mengajar, saya sangat bersemangat karena murid-murid saya sangat suka dengan pelajaran Pendidikan Jasmani. Jumlah guru disekolah saya termasuk dalam kategori cukup, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan optimal. Selain sebagai guru penjaskes, saya juga menyelanggarakan ekstrakurikuler Pramuka sehingga saya menjadi pembina pramuka disana. Setiap berangkat sekolah, saya harus menempuh perjalanan yang cukup jauh sehingga saya memakai kendaraan transportasi untuk berangkat menuju kesekolah. Saya termasuk cukup beruntung karena mendapat pinjaman motor dinas dari Bapak Laurensius yang juga merupakan kepala sekolah saya dan bapak asuh saya selama tinggal di Malaka. Sehari-hari, saya berangkat sekolah dan banyak anak murid saya yang berjalan kaki. Ketika melihat saya, mereka berlari mengiringi kendaraan saya untuk bersama-sama menuju sekolah, begitu besar semangat mereka membuat saya semakin membuat saya termotivasi untuk mengajar dengan sebaik-baiknya.
Saya mengalami banyak pengalaman selama menjadi guru di sini tentang keberagaman Indonesia dan baik budaya adat,suku dan agama. Disini, saya banyak mengenal tentang adat istidat daerah setempat yang masih menjunjung adat dan melestarikannya sehingga itu membuat saya bangga akan Indonesia yang sesungguhnya yang kaya akan keanakeragamannya. Disini, saya juga banyak mengalami suka dan duka. Salah satu sukanya yaitu mandi disungai yang airnya masih jernih, maklum sungai disini dijaga kebersihannya karena merupakan salah satu sumber kehidupan pokok, mengingat, disini air sangat susah didapat kecuali disungai. Topografi perbukitan membuat air sangat sulit didapat, sehingga sore hari, masyarakatbanyak yang datang kesungai untuk mecukupi berbagai keperluan mereka dari mandi dan menimba air untuk dimasak menjadi air minum. Itu semua merupakan pengalaman baru yang jarang saya temui di Jawa. Begitu juga dengan dukanya, di sini, saya yang beragama muslim sangat sulit untuk beribadah di Masjid, karena kalau ke Masjid saya harus turun dan pergi ke kota. Jadi, setiap Jumat, saya turun ke kota untuk melakukan ibadah salat Jumat diMasjid. Toleransi menghargai antar-umat beragam di sini sangat baik, karena setiap jumat kami yang muslim diberi jadwal libur untuk ibadah sehingga kami biasa gunakan untuk ibadah dan juga membeli kebutuhan pokok selama dipenempatan tugas.
Sudah hampir setahun ini, saya menjalin pengabdian di Malaka. Sebuah pengabdian untuk ikut terjun dalam upaya untuk mencerdaskan bangsa. Saya sangat bangga dapat bergabung dengan program tersebut sebuah pengabdian yang tentu tidak semua orang dapat merasakannya. Saya berharap kepada pemerntah bahawa program ini sebaiknya tetap dipertahankan dan dilanjutkan karena program tersbut sangat membantu dalam mengatasi kesenjangan pendidikan yang terjadi di Indonesia karena distribusi guru yag kurang merata di Indonesia. (Yanu)
Editor : Harnum Kurniawati & Bangkit Bagas Widodo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar