Babotin
selatan, Kecamatan Botin Leobele, Kabupaten Malaka, NTT merupakan suatu tempat
yang sama sekali belum pernah saya dengar danimpikan sebelumnya. “Ah ternyata
saya su (sudah) sampai di negeri timor”.Rasaseperti mimpi berada di negeri
ini.Tempat tandus, terbatas, penuh perjuangan, dan tempat keluh kesah harus ditiadakan.
Mengeluh tidak ada gunanya karena saya sudah sampai di sini di tanah timor.
“SD Inpres
Sesurai, babotin selatan, Botin Leobele”
Di tanah timor,
mereka memanggilku Ibu Iffa. Panggilan ini begitu asing di telinga, karena ini
pertama kali saya dipanggil dengan panggilan Iffa. Menurut mereka, nama Afifah cukup
sulit diucapkan,sehingga mereka memanggil saya Ibu Iffa. Mengajar dan mendidik merupakan
tugas utama saya sebagai guru di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).
Mengajar di daerah 3T tidaklah semudah yang dibayangkan karena harus mengajar
dengan keterbatasan tanpa adanya fasilitas penunjang pembelajaran.
Pagi di sini
terasa seperti siang, karena udara mencapai 350C. Suhu ini sangat
terik dan sangat panas. Seperti biasanya, saya mulai pembelajaran matematika di
kelas 5. Seperti hari-hari biasa, siswa yang datang hanya beberapa anak saja.
Siswa di tanah timor adalah siswa-siswa yang sangat istimewa. Bagaimana tidak, jika
siswa-siswa di tanah jawa tidak membutuhkan tenaga ekstra untuk menyampaikan
suatu materi dalam pembelajaran yaitu cukup satu kali atau dua kali saja mereka
sudah mengerti maka di sini, tanah timor,saya harus mengulang-ulang materi yang
saya sampaikan saat pembelajaran. Sampai mulut berbusapun mereka belum mampu
menangkap apa yang saya samapikan. “Su paham belum”, kalimat itu terlontar
setiap kali usai menjalaskan. Jawaban mereka tetap sama yaitu belum ibu.“Baik,
Ibu akan jelaskan sekali lagi, sekali lagi, lagi dan lagi”. Saya mengulang lagi
materi yang telah saya sampaikan. Rasa kesal sering kali muncul karena saya
harus berkali–kali menjelaskan tetapi mereka tetap saja belum bisa. Hari ini
perhatian saya tertuju pada satu siswa yang selalu datang terlambat karena
jarak rumah menuju sekolah cukup jauh. Akan tetapi, dia selalu datang di setiap
mata pelajaran yang saya ajarkan. Namanya Frida Sinak Seran. Ia gadis kecil
yang lucu dan pemalu. Saya selalu tersenyum melihatnya. Yah! Bagaimana tidak,
gadis kecil yang pemalu selalu jadi bahan tertawaan teman-teman sekelasnya
karena suaranya selalu terbata-bata setiap kali menjawab pertanyaan yang saya
ajukan.
Berbeda dengan
hari-hari biasa, hari ini saya dibuat kesal oleh Rida. Rasa kesal ini muncul
ketika saya menjelaskan materi dandia tersibukmenulis sendiri saat siswa yang
lain memperhatikan saya.
“Rida simpan
dulu bolpoinnya”
“Rida simpan
dulu bolpoinnya”
“Rida simpan
dulu bolpoinnya” Akan tetapi, suara saya tidak dipedulikan olehnya sama sekali.
Seketika, saya menghampiri Rida dan meminta buku yang ada di depannya. Dia
tidak mau memberikan bukunya kepada saya. Dengan sedikit kesal karena emosi,
saya mengambil buku itu secara paksa.
“Ibu Iffa, Rida
belum bisa yang ini”
“Ibu Iffa, Rida belum
bisa yang ini”
“Ibu Iffa, Rida
belum bisa yang ini”
“Ibu Iffa, Rida
belum bisa yang ini”
“Ibu Iffa, Rida
belum bisa yang ini”
Rida berkali-kali
menuliskan kalimat yang sama dalam beberapa lembar buku tulisnya. “Ibu Iffa,
Rida belum bisa yang ini”menuliskan kembali contoh soal yang saya tuliskan di
papan tulis. Membaca tulisan Rida, air mata saya hampir menetes. Yah! Saya ini
seorang guru tetapi mengapa tidak sabar dan tidak telaten dalam menghadapi anak
didik saya dengan karakter yang berbeda. Saya hanya menuntut mereka untuk cepat
bisa dengan hasil yang terbaik dalam waktu yang cepat tanpa adanya proses.
Mereka memang berbeda, tetapi bukan berarti, saya harus menyamakan mereka
dengan siswa-siswa pada umumnya. Tugas saya disini hanya mencari cara supaya membuat
mereka sama dengan siswa-siswa pada umumnya.
Sekali lagi,
saya teringat kata-kata bapak dosen saat masih mengenyam pendidikan S-1. “Kalian
ini bukan pelatih tinju tetapi kalian seorang guru.” Seorang pelatih tinju mampumenghasilkan
seorang petinju yang hebat hanya dengan beberapa kali berlatih tinju dengan
pelatihnya. Berbeda dengan guru kalian harus telaten, sabar, ikhlas, dan, tahan
banting. Sekali-kali jangan menuntut hasil terbaik, hal yang terpenting adalah
bagaimana menghargai setiap proses demi prosesnya untuk mencapai hasil terbaik
“Jangan jadi
pelatih tinju, jadilah seorang guru”.
Seorang guru
harus mempunyai sejuta taktik untuk mengubah peserta didik dari belum tahu
menjadi berpengetahuan, mengubah peserta didik dari belum bisa menjadi bisa,
mengubah peserta didik dari belum terdidik menjadi berpendidikan. Semuanya
tidak dapat terjadi tanpa adanya proses, bukan sesuatu yang instan dalam
hitungan jari saja. Hari ini saya tersadar bahwa saya belum menjadi seorang
guru. Saya masih pada tahap pelatih tinju.Saya kembalikan buku milik Rida
dengan beberapa catatan kecil.
“Terima kasih
Rida, Ibu akan mengulang kembali sampai Rida bisa”.
Kelas seketika
hening berbeda dari biasanya dengan sedikit senyuman dengan nada yang cukup
lembut. Saya kumpulkan kekuatan untuk mengulang kembali materi yang telah saya
sampaikan untuk kesekian kalinya.
“Su siap ko,
untuk belajar”
“Siap ibu”
Saya sudah
lewati hari demi hari, bulan demi bulan menjadi pengajar di SD Inpres Sesurai,
Babotin selatan, Kecamatan Botin Leobele, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Kini tanpa terasa sudah sampai bulan yang kesepuluh, bulan-bulan
dipenghujung tugas saya.
“Setiap hari
adalah proses pembelajaran”
Setiap hari adalah proses tarbiyah-Nya Allah
dalam ujian sabar dan syukur. Yah! bersabar dalam keterbatasan dan bersyukur
kepada Allah memberikan kesempatan untuk sampai di sini, belajar menjadi
seorang guru dan membimbing kalian siswa-siswaku. Di sini, saya tak bisa banyak
melakukan sesuatu. Melihat kalian rajin berangkat ke sekolah, saya sudah merasa
senang. Melihat kalian berjuang mengeja huruf demi huruf sampai menjadi susunan
kata dan kalimat yang baiksudah membuat saya senang. Melihat kalian disiplin, dan
rapih sudah membuat saya bangga pada kalian. Lagi-lagi bukan hasil terbaik
dalam perjuangan kali ini, tetapi penghargaan terbaik untuk setiap proses
menuju hasil yang terbaik.
Editor : Harnum Kurniawati & Bangkit Bagas Widodo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar