Translate

Minggu, 20 Agustus 2017

BERBAGI KISAH DI DUA SEKOLAH






Oleh : Novita Nurcahyati, S.Pd

Selamat datang di SD N Oevetnai. Begitulah tulisan yang disusun dan di tempel di selembar kain seadanya yang dibentangkan di atas pagar sekolah, untuk menyambut guru SM-3T. Lagu pramuka ‘Selamat Datang Kakak’ ikut meramaikan suasana suka cita penyambutan. Anak-anak berjajar di samping kiri dan kanan berbaris membentuk pagar betis dengan tepuk tangan seretak. Senyuman manis nan lebar dengan penuh semangat  terpancar dari muka setiap anak-anak. Sambutan sederhana yang menggetarkan hati saya. Hari Senin, tanggal 05 September 2016 tepat pukul 16.00 WITA saya menginjakkan kaki di tanah SDN Oevetnai.
Saya disambut dengan hadiah berupa selendang tenun khas Malaka. Selendang berwarna hijau kombinasi kuning, dengan motif yang mempesona. Seorang siswi mengalungkan selendang tersebut ke leher saya dengan penuh kehati-hatian. Saya berjalan melangkahkan kaki tanpa ragu menuju barisan para guru dan anak-anak yang sudah menanti sedari pagi. Saya mengulurkan tangan, berjabat tangan dengan mereka. Salah satu guru perempuan menitihkan air mata, dan saya pun juga tak kuasa menahan tangis kegembiraan atas sambutan mereka.
“Ya Alloh, terima kasih telah menempatkan saya di tengah-tengah mereka. Belum pernah saya merasa begitu terharu seperti ini, terima kasih Ya Alloh, telah memberikan amanah ini kepada saya”. Ucap syukur saya di dalam hati. Anak-anak dengan seragam terbaik mereka tidak lelah menunggu kedatangan guru SM-3T dari pagi hingga sore. Saya benar-benar merasa menjadi manusia yang sangat penting dan sangat dihargai pada hari itu.
Saya tidak datang sendiri saat penyambutan. Saya bersama dengan Erika, salah satu teman SM-3T yang kebetulan lokasi penempatannya berdekatan dengan SDN Oevetnai, yaitu di SMA 17 Agustus Weoe. Saya duduk bersama dengan Erika, Kepala Sekolah SDN Oevetnai, Kepala Sekolah SMA 17 Agustus Weoe, Kepala Desa Weoe, dan tetua adat di Dusun Wetalas bersama seluruh anak-anak SDN Oevetnai. Di Malaka ada dua bahasa daerah yang lazim digunakan selain Bahasa Indonesia, yaitu Bahasa Dawan, dan Bahasa Tetun. Kepala Sekolah kami dan Kepala Desa berbicara kepada tetua adat menggunakan Bahasa Dawan yang belum kami mengerti. Dengan sabar Ibu Kepala SDN Oevetnai, Ibu Itha, menerjemahkan kepada kami apa yang beliau semua bicarakan bersama tetua adat, karena tetua adat di Dusun Wetalas ini tidak terlalu bisa berbicara dengan Bahasa Indonesia. Kami berdua hanya bisa tersenyum dan memperhatikan dengan seksama.

Di setiap daerah pasti memiliki adat istiadat yang berbeda-beda. Begitu juga di Kabupaten Malaka ini. Kabupaten Malaka merupakan pemekaran dari kabupaten Belu dan baru berumur 3 tahun. Kabupaten Malaka juga berbatasan langsung dengan negara tetangga yakni Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Adat di sini, setiap tamu yang datang berkunjung yang pertama kali disuguhkan adalah daun sirih dan pinang, beserta kapur sebagai pelengkapnya. Kami diharuskan memakan daun sirih dengan pinang dan sedikit kapur. Ini pengalaman pertama saya memakan daun sirih mentah dengan pinang. Rasanya agak pahit dan sepat. Setelah adat sirih pinang, barulah disuguhkan minuman dan kue seadanya. Minuman yang disuguhkan adalah minuman kemasan dalam gelas plastik dengan merek “Wemon” yang artinya air bersih. ‘We’ itu adalah air, dan ‘mon’ artinya bersih. Itulah kata-kata pertama dalam Bahasa Tetun yang kami mengerti.
Setelah selesai acara penyambutan, tepat pukul 17.00 WITA kami turun kembali ke Desa Weoe untuk istirahat dan bermalam di rumah Ibu Itha, Kepala Sekolah SDN Oevetnai. Untuk sementara waktu kami tinggal bersama Ibu Itha. Mayoritas penduduk di Desa Weoe beragama Katholik dan Kristen. Kami berdua adalah muslim, namun kami kagum dengan toleransi yang ditunjukkan oleh masyarakat di sini. Kami selalu diingatkan untuk beribadah ketika sudah masuk jam sholat. Sungguh Indonesia yang Berbhineka Tunggal Ika.
Waktu menunjukkan pukul 18.30 WITA, saya sudah selesai ibadah, dan duduk di ruang tamu untuk berbincang dan mengakrabkan diri dengan keluarga baru saya di sini. Ibu Itha bercerita dengan sabar, serta mengajarkan beberapa kata dalam Bahasa Tetun. ‘Oevetnai’ adalah nama dari SD tempat saya akan mengabdi selama satu tahun ke depan. ‘oe’ itu berarti air, ‘vet’ dari kata ‘veto’ yang berarti putri atau perempuan, dan ‘nai’ yang berarti raja. Jadi jika digabungkan ‘oevetnai’ berarti mata air putri raja. Bukan tanpa sebab SD tersebut di beri nama ‘oevetnai’ karena memang tepat di depan sekolah tersebut terdapat mata air sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitar. Mata air tersebut tidak pernah kering dan terus mengalir sepanjang tahun.

“Di sinilah tempat saya akan mengukir sejarah hidup untuk satu tahun ke depan”. Saya berharap anak-anak di SDN Oevetnai bisa menjadi seseorang yang dapat berguna bagi orang lain. Seperti mata air yang tidak akan pernah kering bagi masyarakat di lingkungan sekitar mereka. Terus mengalir untuk membasahi setiap lahan kering, dan menjadi penyejuk dalam kehausan akan pengetahuan. Mereka lah generasi penerus bangsa dengan semangat pantang menyerah dan tak pernah lelah untuk terus menimba ilmu.
***
Begitu banyak hal baru yang saya temukan di hari-hari awal penugasan. Jika ingin bertahan hidup, harus bisa dan harus cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Itu adalah salah satu pelajaran yang saya dapat selama saya mengikuti kegiatan Prakondisi di Markas Akademi Angkatan Udara (AAU) Jogjakarta. Saya mendapatkan lokasi penempatan di Kabupaten Malaka, tepatnya di SDN Oevetnai, Dusun Wetalas, Desa Weulun, Kecamatan Wewiku.
Di Awal penugasan saya masih tinggal bersama dengan Ibu Kepala Sekolah SDN Oevetnai. Ibu Brigitha Bano Bria nama beliau, saya memanggilnya ‘Mama Itha’, Kepala Sekolah sekaligus orang tua angkat saya di daerah penugasan ini. Mama Itha dengan sabarnya mengajari saya Bahasa Tetun, bahasa yang lazim digunakan di daerah ini. Dengan bantuan cucu perempuan dari Mama Itha, Anggre, nama gadis jelita yang cantik, dengan tahi lalat mungil di dekat matanya. Anggre menjadi ‘dosen’ Bahasa Tetun bagi saya. Dengan tingkah lincahnya ia mengucapkan kata demi kata dalam Bahasa Tetun dan menerjemahkannya dalam Bahasa Indonesia. Dengan buku dan pena di tangan, saya mencatat dengan cepat dan berusaha mengucapkan kata-kata tersebut dengan lafal, intonasi, dan logat semirip mungkin dengan nara sumber kecil saya itu. Seisi rumah tertawa kecil, mendengar saya berusaha mengucapkan kata demi kata yang sudah saya catat. Sekejap saja saya sudah bisa berhitung 1-10 dalam Bahsa Tetun dengan lancar.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak kosa kata Bahasa Tetun yang saya mengerti, terutama untuk sapaan kegiatan sehari-hari. Contohnya, ‘Mai tur lai’ biasa digunakan untuk menyapa orang yang lewat didepan rumah kita, mempersilakan untuk mampir kerumah, sekedar duduk mengobrol. Orang yang disapa akan menjawab ‘ami liyun’ atau ‘hau liyun’ yang artinya kami terus dalam artian tidak bisa singgah dirumah tersebut. ‘Ami liyun’ apabila orang yang berjalan lebih dari satu, sedangkan ‘hau liyun’ digunakan jika hanya seorang diri.
Belajar itu bukan hanya untuk anak kecil saja, melainkan juga orang dewasa, maupun juga orang yang sudah tua. Karena belajar itu sepanjang hayat, dari buaian hingga sampai liang lahat. Saya banyak belajar dari seoarang anak kecil yang baru saja saya kenal. Saya menyadari bahwa di daerah penugasan itu bukan hanya mengajar melainkan juga untuk ikut belajar. Bukan hanya untuk memberi, melainkan juga untuk menerima. Menerima mereka semua sebagai bagian dari pengabdian saya.

Keluarga mama Itha menerima saya dengan senang hati, dan bahkan menganggap saya sebagai seoarang anak dari keluarga Bria. Bahkan berdasarkan urutan tahun kelahiran saya mendapat urutan ke-5 setelah kaka Erika sebagai anak dari keluarga mama Itha dan Bapak Lorenz. Lingkungan di sekitar rumah juga ramah. Saya merasa bangga hidup di tengah-tengah masyarakat yang menyapa saya dengan senyuman manis, meskipun kami belum saling mengenal ataupun berkenalan. Ramah tamah yang menghangatkan bagi seorang pendatang baru seperti saya.
Hari pertama masuk sekolah di tempat penugasan, yaitu pada hari Rabu, tanggal 07 September 2016. Saya berangkat sekolah di antar oleh anak sulung dari mama Itha, Kakak Ochy namanya. Sedangkan mama Itha berangkat bersama saya dengan di antar oleh tetangga kami. Jalanan yang kami lewati bukanlah jalan aspal yang datar, halus dan mulus, melainkan jalan mendaki berbatu terjal dengan batu-batu lepas di sepanjang jalan. Memang letak SD N Oevetnai ini berada di atas gunung, agak jauh dari tempat tinggal mama Itha. Dan sudah selama satu tahun ini mama Itha selalu pulang pergi melewati jalur ini dengan naik ojek. Sungguh perjuangan pengabdian yang luar biasa. Tak jarang pula mama Itha berjalan kaki pulang dari sekolah.
Semua perjalanan kami terbayarkan ketika sampai di halaman sekolah. Melihat pemandangan yang begitu mempesona. Saya bisa melihat hamparan pucuk pohon dan pemandangan samar air laut dipadukan dengan birunya langit Nusa Tenggara Timur yang elok. Ditambah lagi hembusan angin yang berlalu lalang dengan bebas memberikan kesejukan. Rezeki ini diberikan gratis untuk saya, saya syukuri sebagai anugrah yang tak ternilai harganya.
***
Bicara tentang Tanah Timor biasanya orang akan mengatakan susah air atau kekeringan. Tetapi faktanya tidak semua daerah disini susah air. Saya bersyukur ditempatkan di Kecamatan Wewiku, tepatnya di Desa Weoe disini merupakan daerah pesisir pantai yang kaya akan air. Jadi tidak perlu khawatir untuk masalah air.
Daerah pesisir pantai juga identik dengan daerah yang udaranya panas. Apalagi saat saya tiba disini pada bulan September merupakan bulan puncak musim kemarau. Dengan kondisi rumah disini yang menggunakan seng sebagai atapnya, maka menambah panas udara saat berada di dalam rumah. Saya berasal dari Kabupaten Boyolali yang notabene merupakan daerah kaki gunung merbabu dengan cuaca dingin perlu cepat menyesuaikan diri dengan perbedaan kondisi cuaca ekstrem di Tanah Timor. Berbekal kotak P3K yang dibagikan oleh Kemendikbud, saya bisa tetap bertahan dan berhasil menyesuaikan diri dengan cuaca ekstrem disini.

Rumah dengan atap seng bukanlah rumah asli daerah kabupaten Malaka. Rumah asli kabupaten malaka menggunakan daun gewang sebagai atapnya, pelepah pohon gewang sebagai dindingnya. Pelepah gewang juga bisa digunakan untuk pagar rumah. Pohon gewang merupakan salah satu vegetasi yang sangat mudah dijumpai di Kabupaten Malaka. Daun gewang selain bisa digunakan untuk atap, bisa juga dipakai sebagai bahan baku anyaman khas Malaka diantaranya ‘nyiru’, ‘kleni’ atau ‘kajang’, ‘kakehe’, ‘knuk manu’ dan masih banyak lagi. Selain anyaman, daun gewang bisa digunakan untuk tali karena serat daunnya yang kuat dan lidinya bisa dimanfaatkan untuk sapu.
Pohon sagu juga merupakan salah satu tanaman yang banyak tumbuh di daerah ini. batang sagu yang siap panen ditebang dan biasanya akan diolah menjadi tepung sagu. Sagu merupakan bahan baku pembuatan kue ‘akarbilan’. Kue ini terbuat dari tepung sagu dan kelapa parut, kemudian dipanggang secara tradisional dan ditaburi sedikit gula dan kacang hijau yang sudah direndam sebelumnya. Kue ‘akarbilan’ merupakan kue khas yang biasa dinikmati masyarakat Malaka pada saat pagi hari, ditemani secangkir teh ataupun kopi.
“Roti goreng balik gula, donat donat, roti bakar roti bakar”  begitulah lantunan nada khas yang biasa saya dengar ketika pagi hari. Beberapa anak menjajakan kue sebelum berangkat sekolah. Ketika sudah jam sekolah, maka mereka akan bersiap ke sekolah, dan kue akan dijajakan di depan rumah. Saya merasa begitu kagum dengan mereka. Dengan usia belia mereka tidak malu berjualan untuk membantu orang tua mereka. Anak-anak yang benar-benar luar biasa.
***
 Tak terasa sudah hampir lima bulan berada di penempatan. Hampir separuh perjalanan. Belajar bersama anak-anak SDN Oevetnai yang selalu antusias menerima pelajaran, membuat waktu berlalu begitu cepat. Awal tahun baru 2017 di tanah perantauan, bulan Januari juga menandakan bahwa semester genap telah dimulai. Awal dimulainya pengalaman yang takpernah terlupakan dalam sejarah hidup saya.
Tepat pada tanggal 23 Januari 2017, berdasarkan keputusan pemerintah setempat, sekolah dasar yang saya tempati terpaksa harus ditutup sementara dikarenakan ruang kelas yang kurang layak dan harus segera dilakukan perbaikan. Keputusan ini menimbulkan gejolak batin yang luar biasa, bukan hanya untuk saya, namun juga bagi anak-anak yang bersekolah disini. Anak-anak harus dialihkan ke sekolah induk terdekat untuk sementara waktu. Sekolah dasar terdekat dengan SDN Oevetnai adalah SDI Weulun, berjarak sekitar 1,5 KM.
Dalam separuh perjalanan pengabdian saya harus pindah ke sekolah yang berbeda. Tentu saja harus menyesuaikan lagi dengan lingkungan yang baru. Menyesuaikan dengan guru, lingkungan, serta dengan anak-anak. Namun bagi saya ini merupakan suatu tantangan tersendiri yang harus saya syukuri. Bagaimana harus cepat beradaptasi dengan seluruh perangkat SDI Weulun. Bukan hanya saya yang harus beradaptasi, namun saya juga punya tanggung jawab untuk membawa anak-anak dari SDN Oevetnai agar bisa beradaptasi dengan guru dan teman-teman baru mereka di SDI Weulun.
Bukan  tanpa alasan pemerintah setempat menutup SDN Oevetnai. Melalui cerita yang berliku-liku. Berawal dari publikasi sebuah foto, kami seluruh guru di SDN Oevetnai dipanggil untuk menghadap pihak pemerintahan. Dari publikasi foto tersebut timbullah komentar-komentar yang tidak sedap tentang pihak pemerintah. Namun segala masalah tersebut dapat terlampaui dengan bantuan dari doa segala pihak. Keputusan akhirnya sekolah SDN Oevetnai akan segera mendapatkan bantuan pendirian gedung permanen, dan saat ini masih dalam tahap pembangunan. Sementara menunggu pembangunan gedung, anak-anak dan guru dialihkan ke sekolah induk yaitu di SD Inpres Weulun.
Di SDI Weulun saya mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan PKn di kelas IV A. Terkadang masuk di kelas–kelas yang kosong saat guru yang bersangkutan berhalangan hadir. Hal yang paling berkesan adalah ketika mengaja anak-anak di kelas rendah (kelas 1, 2 atau 3) mereka selalu antusias ketika saya mengajarkan sedikit lagu atau yel-yel baru yang berhubungan dengan pelajaran.
Mengabdi di dua sekolah yang berbeda adalah pengalaman yang tak akan pernah saya lupakan. Menjadi bagian dalam program SM3T angkatan VI menjadikan saya belajar begitu banyak ilmu kehidupan. Bertemu dengan orang-orang luar biasa, yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya. Mengikuti program SM3T ini mengajarkan saya tentang bagaiman hidup secara mandiri, mengatur segala sesuatunya sendiri, dan bagaimana harus menyusun skala prioritas selama di pengabdian. Berbagai masalah dan tantangan yang ada selama di penempatan tidak menjadikan semangat saya jadi pudar, justru masalah-masalah yang ada membuat saya makin antusias untuk menemukan solusi pemecahan permasalahan tersebut.
***
Bulan lepas bulan terlewati. Akhir masa tugas akan segera tiba. Banyak kenangan telah terlukis di Tanah Timor ini. Kenangan bersama keluarga baru, anak-anak yang polos, teman-teman guru, dan juga bersama teman SM3T yang lain. Masih banyak hal yang belum terlukiskan disini. Berat rasanya mau mengakhiri masa pengabdian ini. Namun setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tak terhitung gelimangan air mata yang akan tumpah mengiringi akhir masa pengabdian. Semoga pendidikan di Tanah Malaka semakin maju dan berkualitas. Tetap menjadi daerah yang bertoleransi tinggi. Menjadi sebuah contoh Kebhinekaan Negara Republik Indonesia. Perbedaan suku, agama, warna kulit tidak memecah belah kita namun menjadi sebuah keunikan yang indah. Saling menghargai apa yang kita miliki dan apa yang dimiliki orang lain.
Setiap daerah memiliki potensinya masing-masing. Semoga Malaka menjadi Sebuah Kabupaten yang bisa diperhitungkan di negara ini. Pendidikan merupakan hal terpenting dalam membentuk masa depan suatu daerah. Dengan Pendidikan yang berkualitas mari bersama mencerdasakan Indonesia.


1 komentar:

  1. http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/hallo-sahabat-taipanqq-semua.html
    http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/asiataipan-taipanqq-taipanbiru-menu.html

    Taipanbiru
    TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
    BandarQ
    AduQ
    Capsasusun
    Domino99
    Poker
    BandarPoker
    Sakong
    Bandar66

    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61

    Daftar taipanqq

    Taipanqq

    taipanqq.com

    Agen BandarQ

    Kartu Online

    Taipan1945

    Judi Online

    AgenSakong

    BalasHapus