Oleh : Elfana Argadinata, S. Pd
Tafuli adalah sebuah nama. Nama seorang pahlawan
dari Tanah Timor. Lengkapnya Seki Tafuli. Nama yang disegani. Nama Besar yang
dihormati oleh masyarakat di bagian barat Kabupaten Malaka dan oleh masyarakat di bagian
timur Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS). Seki
Tafuli tak pernah menyebut dirinya sendiri sebagai
pahlawan. Orang lain lah yang menyebutmya. Pahlawan adalah orang hebat yang
mampu melakukan hal besar, menjadi sosok inspiratif, berani membuat perubahan
dan disegani oleh kawan maupun lawan.
Tafuli adalah nama
sebuah Desa. Desa di bagian barat Kecamatan Rinhat yang berbatasan dengan
Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU).
Tafuli tidak mengenal listrik sehingga di sana gelap. Untungnya pemerintah
memberikan bantuan lampu sehen (lampu tenaga surya) untuk warganya, meskipun
tidak semua warga mendapat lampu tersebut. Bagi yang tidak mendapat lampu
sehen, mereka menggunakan pelita yang berbahan bakar minyak tanah. Bahkan konon
dulu mereka menggunakan minyak yang berasal dari biji sebuah tanaman yang harus
ditumbuk terlebih dahulu untuk diambil minyaknya.
Tafuli adalah nama
sebuah marga/fam. Mereka menggunakan Bahasa Dawan. Bahasa daerah selain Bahasa
Tetun yang mayoritas digunakan penduduk Malaka. Maklum, karena orang-orang
Tafuli berasal dari daerah Kabupaten TTS. Bukan asli Kabupaten Malaka atau Belu. Orang-orang Dawan adalah manusia dengan karakter
kuat, keras, dan setia. Karakter yang mungkin sangat cocok untuk menjadi seorang tentara karena fisik dan karakternya yang kuat
meskipun ternyata banyak yang gagal menjadi tentara.
Tafuli asing dengan
sinyal. Sinyal hanya tersedia di tempat-tempat tertentu seperti di puncak
bukit, di atas pohon gewang dan beberapa titik di lingkungan sekolah. Itu pun
tidak stabil. Tafuli sulit mendapatkan air bersih. Sulit bagi warga dusun yang
tinggal di punggung-punggung bukit. Mereka harus berjalan mendaki dan menurun.
Terkadang ada juga yang menjual air per jerigen 5 liter dengan harga dua ribu
rupiah. Namun di Tafuli tidak sulit untuk mendapatkan air, khusus bagi warga
dusun yang tinggal di dataran yang lebih rendah dan dekat dengan sungai. Tafuli
sulit terjangkau. Iya betul. Ketika musim kemarau lalu lintas terbaik adalah
melewati beberapa sungai episodik
meskipun melalui dasar sungai yang berbatu lagi berpasir dan meskipun harus
turun dan daki tebing sungai yang curam. Tafuli lebih sulit terjangkau ketika
musim hujan. Sungai episodik mampu banjir dengan ketinggian air sekitar 5 meter. Sedang jalur lainnya? Licin dan berlumpur.
Kendaraan bermotor tidak dapat melintas. Ketika
musim hujan tiba, Tafuli benar-benar terisolir.
Tafuli penuh dengan
kisah-kisah kejahatan? Dulu banyak kisah kejahatan yang terjadi. Cerita klasiknya
adalah dahulu merupakan hutan
tempat pelarian para penjahat yang telah melakukan kejahatan. Pencurian,
pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, dan lain-lain. Penjahat yang bersembunyi
di hutan itu lama-kelamaan tinggal menetap. Membuat rumah. Berkeluarga.
Bertetangga. Berdusun hingga berdesa. Ada kisah seorang kepala desa yang
berusaha membunuh seorang guru SD hingga berakibat sekolah tersebut tutup
selama 2 tahun sedang kepala desa tersebut bersembunyi di hutan dan menjadi
buron. Ada kisah bayi di buang di dekat tempat penampungan air. Ada kisah
perang perebutan lahan hingga memakan korban jiwa. Dari banyak kisah yang ada,
bagi si pria kurus ada 2 kisah yang paling membuatnya terkejut. Pertama adalah
kisah seorang kakek pembunuh. Si kakek itu selalu mengundang orang lain untuk
bertamu. Dia menyambut tamu dengan ramah. Menyuguhi tamunya hidangan. Sambil
menikmati hidangan, si kakek pura-pura memangil seseorang yang lewat di depan
rumahnya untuk singgah di rumahnya. Hal itu dilakukan berulang sampai si tamu
mencoba menengok ke arah depan rumah yang ternyata tidak ada siapa-siapa di
depan rumah tersebut. Ketika itu terjadi si kakek langsung menghunuskan
klewangnya kepada si tamu. Korban dibuang di sungai sebagai sesembahan. Kisah
yang kedua terjadi pada tahun 2012. Dua bersaudara dengan umur sekitar 6 tahun
dan 3 tahun menghilang tanpa ada yang mengetahui sebabnya. Cerita berawal
ketika dua bersaudara tersebut bertugas menjaga rumah ketika orang tuanya pergi berkebun hingga sore hari. Saat orang
tuanya pulang ke rumah kedua anak tersebut tidak berada di rumah. Mereka mengira
bahwa anaknya sedang pergi ke rumah saudaranya. Ternyata tidak. Orang tua dan
keluarga mencarinya namun tidak menemukannya. Beberapa hari kemudian di sebuah
rumah yang penghuni dan kerabatnya sedang duduk bersantai di bagian teras
melihat anjing berebut makan. Mereka duga ada sapi mati di hutan dan anjing
memakan dagingnya. Mereka menelusuri jejaknya hingga di bagian belakang sebuah
sekolah dasar. Mereka terkejut karena bukan bangkai sapi yang mereka lihat,
melainkan jasad dua anak kecil yang beberapa hari telah hilang. Anak kecil itu
ditemukan dengan kondisi tidak utuh. Beberapa bagian tubuhnya hilang. Bagian
kepala, tangan, kaki, maupun isi perut. Sampai sekarang tidak diketahui
pelakunya meski pihak kepolisian telah memasang garis polisi. Sekarang pun
garis polisi itu masih terbentang di belakang sebuah SD. Sebuah SD di mana
seorang ibu guru SM3T mengajar. Yaitu SDK Tafuli.
Cerita-cerita mencekam
tadi adalah kisah lampau. Seiring perkembangan zaman maka umumnya manusia
berkembang menjadi lebih baik. Sisi lain dari orang Tafuli yang mungkin tidak
semua orang mengetahuinya adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang ramah,
menjunjung tinggi adat istiadat serta kuat dalam kekeluargaan. Mereka sangat
menghormati orang-orang dengan niat baik yang datang seperti guru, dokter,
perawat, dll.
Itu semua adalah sebagian tantangan yang ada di Desa Tafuli meskipun di
daerah lain di pelosok-pelosok Indonesia masih ada yang lain dan mungkin ada
yang lebih menantang dari Desa Tafuli.
Tafuli adalah sebuah
cerita.
Pada 5 Septemeber 2016 Desa tersebut
kedatangan
seorang peserta SM3T Angkatan VI. Dia adalah seorang pria kurus yang pernah mengikuti program pendidikan geografi di
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pria itu tergabung dengan SM3T Angkatan VI
dari LPTK UNY. Bersama rekan-rekan
seperjuangannya, ia telah tiba di Kabupaten Malaka. Pertemuan pertama mereka
dengan bupati, dinas terkait, kepala sekolah, dan kepala desa setempat perihal
perkenalan dan informasi penempatan bertugas berlangsung lancar. Satu per satu
nama guru SM3T disebut disertai tempat penugasannya. Semua nama pendidik
disebut dengan lancar hingga nama pria kurus itu dipanggil. “Elfana Argadinata
penempatan di SMPN Satap Nitmalak Desa Tafuli Kecamatan Rinhat”. Tiba-tiba
rombongan kepala sekolah dan kepala desa yang duduk di kursi bagian belakang
riuh berteriak dan tertawa. Pria kurus itu bingung dan heran, namun ia fokus
dengan acara penyambutan yang sedang diikutinya. Setelah acara selesai, setiap
guru SM3T pergi ke tempatnya masing-masing baik menggunakan motor maupun dengan
oto (mobil angkutan umum bak terbuka/pick up). Si kurus itu bersama beberapa
rekannya berdesakan naik oto yang sudah penuh dengan penumpang. Perjalanan
siang yang berakhir malam itu melewati jalan yang berliuk-liuk penuh dengan
aspal rusak dan batu lepas. Si kurus mual dan pusing. Dia seharusnya muntah,
namun karena perutnya masih kosong dia tidak jadi muntah. Sesekali para guru
itu berbincang-bincang dengan penumpang oto. Dari mana, untuk apa, mau kemana,
berapa lama, seputar itulah pembicaraannya. Ketika si kurus mengatakan bahwa
Tafuli adalah tujuannya. Penjahat, pemabuk, pembunuh adalah gambaran yang
diberikan oleh para penumpang kepada si kurus ketika ditanya mengenai Tafuli.
Tafuli seperti hutan, sulit terjangkau, tidak ada listrik, tidak ada sinyal,
ketersediaan air juga sulit, begitulah penumpang menambahkan argumentasinya.
“Wow”, di dalam hati pria itu kaget, takjub dan paham. Itulah alasan mengapa
para kepala desa dan kepala sekolah berteriak riuh ketika namanya disebut dalam
acara penyambutan di kantor bupati. Jalan rusak berliuk-liuk, naik turun bukit,
di kanan dan kiri jurang, serta gelap karena wilayahnya yang belum terjamah
listrik. Perjalanan itu berakhir di depan rumah Pak Desa Tafuli (Kepala Desa).
Dia menginap
satu malam
disana sebelum hari-hari yang
lainnya ia habiskan bersama keluarga Kepala Sekolah SMPN Satap Nitmalak.
Keluarga yang sangat hangat.
SMPN Satap Nitmalak telah 3 tahun berdiri. Sekolah ini telah mengantongi izin
operasional. Secara administrasi sekolah
ini termasuk wilayah kerja Desa Boen, sebuah desa yang merupakan hasil
pemekaran dari Desa Tafuli. Ini adalah sekolah yang penting dan strategis bagi
masyarakat sekitar yang masih banyak orang-orang buta hurufnya dan banyak warga sekitar yang belum memahami dan mendukung
arti pentingnya pendidikan. Peserta didiknya berasal dari beberapa desa
disekitarnya. Sekolah ini belum memiliki gedung sendiri meski untuk 1 ruang
pun. Beruntung SD Nitmalak memiliki 9 ruang belajar
sehingga 3 ruang belajarnya dapat dipakai untuk siswa-siswi SMP. Dua gedung
yang dipakai untuk kelas 8 dan 9 merupakan bangunan dengan dinding bebak
(pelepah pohon gewang). Dua gedung itu merupakan bantuan dari sebuah organisasi
dari luar negeri yang peduli dengan pendidikan. Yang disayangkan adalah hingga
sekarang SMP tersebut belum mendapat bantuan gedung meskipun telah banyak usulan yang
tersampaikan kepada pemerintah setempat baik lisan maupun tertulis. Padahal
jika menilik jumlah peserta didiknya, ada kemajuan yang terlihat dari sisi
kuantitas. Jumlah siswa kelas 9 adalah 13 siswa, kelas 8 adalah 15 siswa, dan
kelas 7 ada 35 siswa.
Pria kurus itu mengajar
di SMPN Satap Nitmalak kelas 9.
Sesekali mengajar di kelas 8. Selain itu dia juga
berurusan secara langsung dengan beberapa kegiatan ekstrakurikuler seperti
pramuka, sepak bola, dan seni tari. IPS adalah mata pelajaran utama yang
menjadi tugasnya, meskipun kenyataannya ia mengajar mata pelajaran Seni &
Budaya (SB) dan mata pelajaran Bahasa Inggris. Kedua-duanya untuk kelas 9. Mengapa
hal itu terjadi? Karena ada beberapa guru yang terkena penyakit kudis. Kurang disiplin. “Kelas 9
sebentar lagi ujian, tapi guru-guru tidak datang mengajar “ benak pria itu
dengan iba. Guru mapel (SB) hanya ada 1 orang dan dia pergi pada saat libur
semester 1. Dia tak kembali dengan alasan ingin hidup bersama suaminya di
Kupang. Guru Bahasa Inggris? Guru Bahasa Inggris juga hanya 1 orang. Dia juga
pergi saat libur semester 1 dengan alasan melanjutkan studi S1 di Kupang. “Dong sedang mengurus wisuda” itulah
alasan yang terulang terus hingga sekarang. Si kurus lalu berbincang dengan kepala sekolah dan
kepala sekolah menyetujuinya. Tak ada alasan lain. Alasan utama dan yang paling
besar untuk
berani mengajar mata pelajaran lainnya adalah
rasa kasihan kepada siswa berjumlah 13 orang itu.
Sedang faktor yang mendukungnya adalah karena ia memang suka dan punya
pengalaman dengan kesenian dan dengan Bahasa Inggris.
Cita-cita adalah suatu
kewajiban. Itu adalah hal yang selalu ditanyakan oleh si pria kurus kepada
anak-anak pada saat pertama berjumpa di kelas. Tentara, polisi, dokter,
perawat, guru, dan pendeta adalah cita-cita ke 13 anak itu. Itu adalah impian paling lumrah bagi anak
seusianya. Si pria kurus sendiri bercita-cita menjadi seorang pesepakbola
profesional ketika duduk di bangku SMP. Cita-cita adalah hal yang senantiasa
ditekankan oleh pria itu. Dia ingin anak-anaknya berani bermimpi. Berani
melangkah. Berani berkarya.
Kita
harus mengenal karakter anak. Harus mengetahui apa yang anak inginkan. Harus
senantiasa berbincang-bincang dengan anak. Kita harus dekat dengan anak.
Sesekali menjaga jarak agar mereka tetap belajar menghormati orang yang lebih
tua. Sesekali harus ditekan agar anak mau belajar. Itulah yang selalu dilakukan
pria kurus itu.
Hambatan
pertama ketika di ruang kelas adalah bagaimana agar terjalin komunikasi yang
nyambung. Mereka terbiasa berbicara
bahasa daerah. Bahasa Indonesia yang mereka gunakan sedikit berbeda baik dalam
kosa kata maupun susunan kalimatnya sehingga si pria kurus itu harus berusaha
berbicara secara sederhana agar anak-anaknya paham.
Pola pikir dan wawasan mereka pun masih
sederhana. Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi di dunia luar. Mereka
tidak tahu Upin-Ipin. Mereka tidak tahu K-pop. Mereka tidak tahu budaya luar. Beberapa
anak tidak mengetahui wajah-wajah para presiden RI. Dan yang paling membuat si kurus heran adalah beberapa anak tidak mengetahui
dimana letak negara Indonesia di dalam sebuah peta dunia.
Apa
yang kalian pikir dan rasa ketika ada anak SMP ada yang belum bisa membaca dan menulis. Ketika sapi,
babi, anjing masuk ke lingkungan sekolah dan membuat lingkungan kotor. Ketika
masyarakat sekitar lalu lalang masuk ke lingkungan sekolah dengan telanjang
dada. Ketika bendera beserta tiangnya harus selalu dimasukan ke dalam ruang
kantor agar tidak dicuri oleh masyarakat sekitar. Ketika ada orang mabuk datang
ke sekolah dengan marah-marah sambil memberi ancaman
kepada kepala sekolah dan
guru. Ketika para pemuda tidak sekolah mengikuti jam pelajaran olahraga. Ketika
guru-guru sering datang terlambat. Ketika anak-anak sekolah lebih suka membuang
hajat sembunyi-sembunyi meski ada toilet di sekolah itu. Ketika beberapa anak
mungkin sebulan berangkat sekolah sebulan tidak berangkat sekolah. Ketika
anak-anak bercanda ria hingga ada yang terluka parah di kepala bahkan ada yang
pingsan. Ketika anak-anak dengan baju tidak disisipkan selalu dibiarkan oleh
guru. Ketika anak sekolah lebih memilih keluar sekolah untuk menikah daripada
belajar di kelas meski UN tinggal beberapa bulan lagi. Ketika anak sekolah
memilih bolos sekolah untuk ikut memasak sopi (sejenis minumas keras yang sudah
menjadi bagian adat masyarakat setempat). Ketika anak sekolah lebih memilih
untuk menonton dan bermain judi di pasar-pasar yang buka setiap pekan. Ketika
orang tua tidak/ kurang dalam mendorong anaknya untuk bersekolah. Ketika
masyarakat rela mengeluarkan uang banyak demi tercipta acara nikah yang mewah
namun sulit untuk mengeluarkan uang demi anak bersekolah. Ketika sungai
banjir menyebabkan anak sekolah tidak berangkat ke sekolah. Ketika pria SM3T dengan pengalaman mengajar di sekolah baru beberapa
bulan ditugaskan menjadi guru pamong bagi mahasiswi PPL. Dan lain-lain. Itu adalah sebagian hal yang dialami oleh si pria
kurus itu. Tidak semua hal negatif tersebut mampu dihilangkan selama si SM3T itu mengabdi di Tanah Timor. Namun ia selalu
berusaha untuk menghilangkan hal negatif itu dengan beragam pendekatan.
Betapa bangganya guru ketika anak
didiknya rajin belajar. Rajin ke
sekolah. Rajin mengerjakan tugas. Sikap dan karakternya membanggakan.
Nilai-nilai ulangan/ujiannya memuaskan. Satu hal yang paling membuat bangga
adalah jika nanti anak didiknya berhasil mewujudkan mimpinya. Guru mana yang
tidak bangga akan hal tersebut? Itulah pesan tersirat yang sering diucapkan
oleh si pria kurus itu. “ Kalian tidak perlu memberikan uang kepada guru. Guru
tidak meminta uang kalian. Tidak meminta darah kalian. Tidak meminta apapun
kepada kalian. Kecuali satu. Yaitu apa? Yaitu cukup buatlah bapak ibu guru kalian
tersenyum. Dengan apa? Dengan patuhi perintah guru. Dengan menjadi orang sukses
kelak. Guru cuma meminta satu anak-anak...Buatlah bapak ibu guru kalian
tersenyum”. Begitulah pesan yang sering keluar dari mulut pria kurus itu baik
ketika sedang apel, maupun ketika di dalam suasana belajar.
Salah satu ungkapan yang tak pernah
diungkap oleh pria itu adalah “ terima kasih sudah menjadi murid-muridku “. Itu
adalah kalimat yang tak tersampaikan ketika siswa kelas 9 melakukan perpisahan.
Satu per satu anak-anak kelas 9 menyalami guru- guru sambil menangis dan
mengatakan “ terima kasih pak/ ibu guru”. Mereka sudah mulai menangis ketika
mereka mempersembahkan sebuah lagu kepada bapak/ ibu guru dalam acara tersebut.
Tak cuma mereka. Hangatnya syahdu yang tericipta dalam acara itu meluluhkan air
mata kepala sekolah, guru-guru, orang tua/wali, dan bahkan kepala desa yang
ikut hadir. Terima kasih anak-anak.
Acara perpisahan sekaligus pengumuman
kelulusan itu berlangsung hikmat meski nilai UN mereka mendapat B, C, D, D.
Masing- masing secara berurutan adalah nilai Bahasa Inggris, IPA, Bahasa
Indonesia, dan Matematika. Satu kebanggan bagi si SM3T muncul dari pengumuman
itu. Ya, nilai terendah untuk Bahasa Inggris adalah 74.
Ada beberapa kisah favorit yang
diberikan oleh murid-murid kelas 9. Servina, gadis berambut lurus yang biasanya
menjadi juara ke 3, kini ia menjadi juara 1 dalam nilai UN. Yustinus, anak
laki-laki kecil yang hobi menggambar dan biasanya menduduki peringkat di luar 7
besar, ia mendapat peringakat ke 3 dalam UN. Otri, perempuan, ketua kelas, dan murid favorit para guru-guru dengan karakter
berani dan lugas itu biasanya mendapat peringkat 1, namun dalam UN dia
terlempar dari 5 besar. Paulina, gadis yang berencana menikah setelah lulus SMP
itu biasanya dia bagian dari peringkat akhir, namun ketika UN dia termasuk
peringkat 5 besar. Wow.
Eja. Lengkapnya Eja Imanuel Letuna. Dia
adalah laki-laki dengan tubuh paling kecil. Anak paling lantang. Paling aktif.
Paling menguasai pelajaran IPS. Paling stabil nilai tugas dan ulangan/ ujian
IPS. Paling sering mendapatkan nilai tertinggi dalam pelajaran IPS. Ia adalah
rival terberat Otri si ketua kelas. Nilainya hampir selalu tertinggi hampir di
setiap mata pelajaran. Dia mendapatkan peringkat ke 2 terbaik dalam UN. Ia
adalah satu-satunya anak kelas 9 yang
bercita-cita menjadi pendeta. Cita-cita yang paling berbeda dengan
rekan-rekannya. Mungkin karena beberapa saudaranya adalah pendeta. Suatu ketika
ia datang ke sekolah untuk menanam pohon. Cerita ini terjadi ketika ia sedang
libur pasca UN. Menanam pohon adalah bagian dari program “Malaka Rindang” karya
Kepala Dinas PKPO Malaka. Mangga, Kelapa, Pisang, Jeruk, Nangka, Siri, dan
Pinang adalah tanaman yang telah ditentukan. Ia datang berniat menanam pohon
kelapa dan pisang. Dengan membawa parang ia membuat pagar terlebih dahulu.
Mengetahui hal itu, si pria kurus datang menghampiri untuk berbincang-bincang
sambil menemani Eja. Ada satu percakapan menggetarkan bagi si pria kurus itu.
“Eja, kamu dulu cita-citanya apa ya? Saya lupa” kata pria itu. Sambil tersenyum
Eja menjawab “jadi guru IPS pak”. “Haahh..perasaan dulu tidak ada yang
bercita-cita seperti itu” tanggap si pria kurus. Sembari senyum Eja Menjawab
“dulu cita-cita saya jadi pendeta pak”. “Ooohh kamu dulu yang cita-citanya jadi
pendeta, saya lupa” pangkas pria kurus.
Iya, cita-cita Eja kini adalah menjadi
guru IPS. Jadilah guru yang hebat nak. Guru IPS yang lebih hebat
dari guru IPS manapun.
Tafuli adalah sebuah kebanggaan.
Sembilan bulan di Desa Tafuli dengan
segala keterbatasan yang ada telah berlalu. Ia mengingat-ingat lagi alasannya
datang ke Tafuli. Apakah jawaban “karena sebuah kebanggaan” yang pernah pria
itu lontarkan kepada seorang dosen sewaktu mengikuti prakondisi di AAU masih
menjadi alasannya sekarang? Jika kamu mengikuti program SM3T dan mendapatkan
tugas di daerah yang sulit maka kamu harus bangga. Jangan mengeluh. Bangga
karena Tuhan mempercayai pundakmu. Bukan pundak orang lain. Jadi lakukanlah
dengan baik hal itu. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Lantas patutkah kita
membangga-banggakan apa yang telah diberikan Tuhan? Bagi si pria kurus itu,
menikmati dan mensyukuri lebih baik daripada membanga-banggakan. Jadi ketika
ada pertanyaan serupa datang “ Mengapa kamu mengikuti Program SM3T?”, pria
kurus itu akan menjawab “ Karena uang, PPG gratis, pengalaman dan segala hal
yang ditawarkan oleh pemerintah sangatlah menggoda. Karena SM3T adalah
kebanggaan yang diberikan oleh Tuhan dan untuk mendapatkannya adalah dengan
melakukan kewajiban. Kewajiban yang dimaksud adalah sebagai seorang sarjana
pendidikan maka kita wajib mengikuti SM3T. Karena SM3T untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
SM3T adalah kewajiban.
SM3T adalah hal besar. SM3T akan selalu menginspirasi. SM3T adalah perubahan.
Bangga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar