Translate

Sabtu, 12 Agustus 2017

Tafuli




Oleh : Elfana Argadinata, S. Pd

Tafuli adalah sebuah nama. Nama seorang pahlawan dari Tanah Timor. Lengkapnya Seki Tafuli. Nama yang disegani. Nama Besar yang dihormati oleh masyarakat di bagian barat Kabupaten Malaka dan oleh masyarakat di bagian timur Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Seki Tafuli tak pernah menyebut dirinya sendiri sebagai pahlawan. Orang lain lah yang menyebutmya. Pahlawan adalah orang hebat yang mampu melakukan hal besar, menjadi sosok inspiratif, berani membuat perubahan dan disegani oleh kawan maupun lawan.
Tafuli adalah nama sebuah Desa. Desa di bagian barat Kecamatan Rinhat yang berbatasan dengan Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU). Tafuli tidak mengenal listrik sehingga di sana gelap. Untungnya pemerintah memberikan bantuan lampu sehen (lampu tenaga surya) untuk warganya, meskipun tidak semua warga mendapat lampu tersebut. Bagi yang tidak mendapat lampu sehen, mereka menggunakan pelita yang berbahan bakar minyak tanah. Bahkan konon dulu mereka menggunakan minyak yang berasal dari biji sebuah tanaman yang harus ditumbuk terlebih dahulu untuk diambil minyaknya.
Tafuli adalah nama sebuah marga/fam. Mereka menggunakan Bahasa Dawan. Bahasa daerah selain Bahasa Tetun yang mayoritas digunakan penduduk Malaka. Maklum, karena orang-orang Tafuli berasal dari daerah Kabupaten TTS. Bukan asli Kabupaten Malaka atau Belu. Orang-orang Dawan adalah manusia dengan karakter kuat, keras, dan setia. Karakter yang mungkin sangat cocok untuk  menjadi seorang tentara karena fisik dan karakternya yang kuat meskipun ternyata banyak yang gagal menjadi tentara.
Tafuli asing dengan sinyal. Sinyal hanya tersedia di tempat-tempat tertentu seperti di puncak bukit, di atas pohon gewang dan beberapa titik di lingkungan sekolah. Itu pun tidak stabil. Tafuli sulit mendapatkan air bersih. Sulit bagi warga dusun yang tinggal di punggung-punggung bukit. Mereka harus berjalan mendaki dan menurun. Terkadang ada juga yang menjual air per jerigen 5 liter dengan harga dua ribu rupiah. Namun di Tafuli tidak sulit untuk mendapatkan air, khusus bagi warga dusun yang tinggal di dataran yang lebih rendah dan dekat dengan sungai. Tafuli sulit terjangkau. Iya betul. Ketika musim kemarau lalu lintas terbaik adalah melewati beberapa sungai episodik meskipun melalui dasar sungai yang berbatu lagi berpasir dan meskipun harus turun dan daki tebing sungai yang curam. Tafuli lebih sulit terjangkau ketika musim hujan. Sungai episodik mampu banjir dengan ketinggian air sekitar 5 meter. Sedang jalur lainnya? Licin dan berlumpur. Kendaraan bermotor tidak dapat melintas. Ketika musim hujan tiba, Tafuli benar-benar terisolir.

Tafuli penuh dengan kisah-kisah kejahatan? Dulu banyak kisah kejahatan yang terjadi. Cerita klasiknya adalah dahulu merupakan hutan tempat pelarian para penjahat yang telah melakukan kejahatan. Pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, dan lain-lain. Penjahat yang bersembunyi di hutan itu lama-kelamaan tinggal menetap. Membuat rumah. Berkeluarga. Bertetangga. Berdusun hingga berdesa. Ada kisah seorang kepala desa yang berusaha membunuh seorang guru SD hingga berakibat sekolah tersebut tutup selama 2 tahun sedang kepala desa tersebut bersembunyi di hutan dan menjadi buron. Ada kisah bayi di buang di dekat tempat penampungan air. Ada kisah perang perebutan lahan hingga memakan korban jiwa. Dari banyak kisah yang ada, bagi si pria kurus ada 2 kisah yang paling membuatnya terkejut. Pertama adalah kisah seorang kakek pembunuh. Si kakek itu selalu mengundang orang lain untuk bertamu. Dia menyambut tamu dengan ramah. Menyuguhi tamunya hidangan. Sambil menikmati hidangan, si kakek pura-pura memangil seseorang yang lewat di depan rumahnya untuk singgah di rumahnya. Hal itu dilakukan berulang sampai si tamu mencoba menengok ke arah depan rumah yang ternyata tidak ada siapa-siapa di depan rumah tersebut. Ketika itu terjadi si kakek langsung menghunuskan klewangnya kepada si tamu. Korban dibuang di sungai sebagai sesembahan. Kisah yang kedua terjadi pada tahun 2012. Dua bersaudara dengan umur sekitar 6 tahun dan 3 tahun menghilang tanpa ada yang mengetahui sebabnya. Cerita berawal ketika dua bersaudara tersebut bertugas menjaga rumah ketika orang tuanya  pergi berkebun hingga sore hari. Saat orang tuanya pulang ke rumah kedua anak tersebut tidak berada di rumah. Mereka mengira bahwa anaknya sedang pergi ke rumah saudaranya. Ternyata tidak. Orang tua dan keluarga mencarinya namun tidak menemukannya. Beberapa hari kemudian di sebuah rumah yang penghuni dan kerabatnya sedang duduk bersantai di bagian teras melihat anjing berebut makan. Mereka duga ada sapi mati di hutan dan anjing memakan dagingnya. Mereka menelusuri jejaknya hingga di bagian belakang sebuah sekolah dasar. Mereka terkejut karena bukan bangkai sapi yang mereka lihat, melainkan jasad dua anak kecil yang beberapa hari telah hilang. Anak kecil itu ditemukan dengan kondisi tidak utuh. Beberapa bagian tubuhnya hilang. Bagian kepala, tangan, kaki, maupun isi perut. Sampai sekarang tidak diketahui pelakunya meski pihak kepolisian telah memasang garis polisi. Sekarang pun garis polisi itu masih terbentang di belakang sebuah SD. Sebuah SD di mana seorang ibu guru SM3T mengajar. Yaitu SDK Tafuli.

Cerita-cerita mencekam tadi adalah kisah lampau. Seiring perkembangan zaman maka umumnya manusia berkembang menjadi lebih baik. Sisi lain dari orang Tafuli yang mungkin tidak semua orang mengetahuinya adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang ramah, menjunjung tinggi adat istiadat serta kuat dalam kekeluargaan. Mereka sangat menghormati orang-orang dengan niat baik yang datang seperti guru, dokter, perawat, dll.
Itu semua adalah sebagian tantangan yang ada di Desa Tafuli meskipun di daerah lain di pelosok-pelosok Indonesia masih ada yang lain dan mungkin ada yang lebih menantang dari Desa Tafuli.
Tafuli adalah sebuah cerita.
Pada 5 Septemeber 2016 Desa tersebut kedatangan seorang peserta SM3T Angkatan VI. Dia adalah seorang pria  kurus yang pernah  mengikuti program pendidikan geografi di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pria itu tergabung dengan SM3T Angkatan VI dari LPTK UNY. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia telah tiba di Kabupaten Malaka. Pertemuan pertama mereka dengan bupati, dinas terkait, kepala sekolah, dan kepala desa setempat perihal perkenalan dan informasi penempatan bertugas berlangsung lancar. Satu per satu nama guru SM3T disebut disertai tempat penugasannya. Semua nama pendidik disebut dengan lancar hingga nama pria kurus itu dipanggil. “Elfana Argadinata penempatan di SMPN Satap Nitmalak Desa Tafuli Kecamatan Rinhat”. Tiba-tiba rombongan kepala sekolah dan kepala desa yang duduk di kursi bagian belakang riuh berteriak dan tertawa. Pria kurus itu bingung dan heran, namun ia fokus dengan acara penyambutan yang sedang diikutinya. Setelah acara selesai, setiap guru SM3T pergi ke tempatnya masing-masing baik menggunakan motor maupun dengan oto (mobil angkutan umum bak terbuka/pick up). Si kurus itu bersama beberapa rekannya berdesakan naik oto yang sudah penuh dengan penumpang. Perjalanan siang yang berakhir malam itu melewati jalan yang berliuk-liuk penuh dengan aspal rusak dan batu lepas. Si kurus mual dan pusing. Dia seharusnya muntah, namun karena perutnya masih kosong dia tidak jadi muntah. Sesekali para guru itu berbincang-bincang dengan penumpang oto. Dari mana, untuk apa, mau kemana, berapa lama, seputar itulah pembicaraannya. Ketika si kurus mengatakan bahwa Tafuli adalah tujuannya. Penjahat, pemabuk, pembunuh adalah gambaran yang diberikan oleh para penumpang kepada si kurus ketika ditanya mengenai Tafuli. Tafuli seperti hutan, sulit terjangkau, tidak ada listrik, tidak ada sinyal, ketersediaan air juga sulit, begitulah penumpang menambahkan argumentasinya. “Wow”, di dalam hati pria itu kaget, takjub dan paham. Itulah alasan mengapa para kepala desa dan kepala sekolah berteriak riuh ketika namanya disebut dalam acara penyambutan di kantor bupati. Jalan rusak berliuk-liuk, naik turun bukit, di kanan dan kiri jurang, serta gelap karena wilayahnya yang belum terjamah listrik. Perjalanan itu berakhir di depan rumah Pak Desa Tafuli (Kepala Desa). Dia menginap satu malam disana sebelum hari-hari yang lainnya ia habiskan bersama keluarga Kepala Sekolah SMPN Satap Nitmalak. Keluarga yang sangat hangat.

SMPN Satap Nitmalak telah 3 tahun berdiri.  Sekolah ini telah mengantongi izin operasional. Secara administrasi sekolah ini termasuk wilayah kerja Desa Boen, sebuah desa yang merupakan hasil pemekaran dari Desa Tafuli. Ini adalah sekolah yang penting dan strategis bagi masyarakat sekitar yang masih banyak orang-orang buta hurufnya dan banyak warga sekitar yang belum memahami dan mendukung arti pentingnya pendidikan. Peserta didiknya berasal dari beberapa desa disekitarnya. Sekolah ini belum memiliki gedung sendiri meski untuk 1 ruang pun. Beruntung SD Nitmalak memiliki 9 ruang belajar sehingga 3 ruang belajarnya dapat dipakai untuk siswa-siswi SMP. Dua gedung yang dipakai untuk kelas 8 dan 9 merupakan bangunan dengan dinding bebak (pelepah pohon gewang). Dua gedung itu merupakan bantuan dari sebuah organisasi dari luar negeri yang peduli dengan pendidikan. Yang disayangkan adalah hingga sekarang SMP tersebut belum mendapat bantuan gedung  meskipun telah banyak usulan yang tersampaikan kepada pemerintah setempat baik lisan maupun tertulis. Padahal jika menilik jumlah peserta didiknya, ada kemajuan yang terlihat dari sisi kuantitas. Jumlah siswa kelas 9 adalah 13 siswa, kelas 8 adalah 15 siswa, dan kelas 7 ada 35 siswa.
Pria kurus itu mengajar di SMPN Satap Nitmalak kelas 9. Sesekali mengajar di kelas 8. Selain itu dia juga berurusan secara langsung dengan beberapa kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, sepak bola, dan seni tari. IPS adalah mata pelajaran utama yang menjadi tugasnya, meskipun kenyataannya ia mengajar mata pelajaran Seni & Budaya (SB) dan mata pelajaran Bahasa Inggris. Kedua-duanya untuk kelas 9. Mengapa hal itu terjadi? Karena ada beberapa guru yang terkena penyakit kudis. Kurang disiplin. “Kelas 9 sebentar lagi ujian, tapi guru-guru tidak datang mengajar “ benak pria itu dengan iba. Guru mapel (SB) hanya ada 1 orang dan dia pergi pada saat libur semester 1. Dia tak kembali dengan alasan ingin hidup bersama suaminya di Kupang. Guru Bahasa Inggris? Guru Bahasa Inggris juga hanya 1 orang. Dia juga pergi saat libur semester 1 dengan alasan melanjutkan studi S1 di  Kupang. “Dong sedang mengurus wisuda” itulah alasan yang terulang terus hingga sekarang. Si kurus lalu berbincang dengan kepala sekolah dan kepala sekolah menyetujuinya. Tak ada alasan lain. Alasan utama dan yang paling besar untuk berani mengajar mata pelajaran lainnya adalah rasa kasihan kepada siswa berjumlah 13 orang itu. Sedang faktor yang mendukungnya adalah karena ia memang suka dan punya pengalaman dengan kesenian dan dengan Bahasa Inggris.
Cita-cita adalah suatu kewajiban. Itu adalah hal yang selalu ditanyakan oleh si pria kurus kepada anak-anak pada saat pertama berjumpa di kelas. Tentara, polisi, dokter, perawat, guru, dan pendeta adalah cita-cita ke 13 anak itu. Itu adalah impian paling lumrah bagi anak seusianya. Si pria kurus sendiri bercita-cita menjadi seorang pesepakbola profesional ketika duduk di bangku SMP. Cita-cita adalah hal yang senantiasa ditekankan oleh pria itu. Dia ingin anak-anaknya berani bermimpi. Berani melangkah. Berani berkarya.
            Kita harus mengenal karakter anak. Harus mengetahui apa yang anak inginkan. Harus senantiasa berbincang-bincang dengan anak. Kita harus dekat dengan anak. Sesekali menjaga jarak agar mereka tetap belajar menghormati orang yang lebih tua. Sesekali harus ditekan agar anak mau belajar. Itulah yang selalu dilakukan pria kurus itu.
            Hambatan pertama ketika di ruang kelas adalah bagaimana agar terjalin komunikasi yang nyambung. Mereka terbiasa  berbicara bahasa daerah. Bahasa Indonesia yang mereka gunakan sedikit berbeda baik dalam kosa kata maupun susunan kalimatnya sehingga si pria kurus itu harus berusaha berbicara secara sederhana agar anak-anaknya paham.
Pola pikir dan wawasan mereka pun masih sederhana. Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi di dunia luar. Mereka tidak tahu Upin-Ipin. Mereka tidak tahu K-pop. Mereka tidak tahu budaya luar. Beberapa anak tidak mengetahui wajah-wajah para presiden RI. Dan yang paling membuat si kurus heran adalah beberapa anak tidak mengetahui dimana letak negara Indonesia di dalam sebuah peta dunia.
            Apa yang kalian pikir dan rasa ketika ada anak SMP ada yang belum bisa membaca dan menulis. Ketika sapi, babi, anjing masuk ke lingkungan sekolah dan membuat lingkungan kotor. Ketika masyarakat sekitar lalu lalang masuk ke lingkungan sekolah dengan telanjang dada. Ketika bendera beserta tiangnya harus selalu dimasukan ke dalam ruang kantor agar tidak dicuri oleh masyarakat sekitar. Ketika ada orang mabuk datang ke sekolah  dengan marah-marah sambil memberi ancaman kepada kepala sekolah dan guru. Ketika para pemuda tidak sekolah mengikuti jam pelajaran olahraga. Ketika guru-guru sering datang terlambat. Ketika anak-anak sekolah lebih suka membuang hajat sembunyi-sembunyi meski ada toilet di sekolah itu. Ketika beberapa anak mungkin sebulan berangkat sekolah sebulan tidak berangkat sekolah. Ketika anak-anak bercanda ria hingga ada yang terluka parah di kepala bahkan ada yang pingsan. Ketika anak-anak dengan baju tidak disisipkan selalu dibiarkan oleh guru. Ketika anak sekolah lebih memilih keluar sekolah untuk menikah daripada belajar di kelas meski UN tinggal beberapa bulan lagi. Ketika anak sekolah memilih bolos sekolah untuk ikut memasak sopi (sejenis minumas keras yang sudah menjadi bagian adat masyarakat setempat). Ketika anak sekolah lebih memilih untuk menonton dan bermain judi di pasar-pasar yang buka setiap pekan. Ketika orang tua tidak/ kurang dalam mendorong anaknya untuk bersekolah. Ketika masyarakat rela mengeluarkan uang banyak demi tercipta acara nikah yang mewah namun sulit untuk mengeluarkan uang demi anak bersekolah. Ketika sungai banjir menyebabkan anak sekolah tidak berangkat ke sekolah. Ketika pria SM3T dengan pengalaman mengajar di sekolah baru beberapa bulan ditugaskan menjadi guru pamong bagi mahasiswi PPL. Dan lain-lain. Itu adalah sebagian hal yang dialami oleh si pria kurus itu. Tidak semua hal negatif tersebut mampu dihilangkan selama si SM3T itu mengabdi di Tanah Timor. Namun ia selalu berusaha untuk menghilangkan hal negatif itu dengan beragam pendekatan.
Betapa bangganya guru ketika anak didiknya  rajin belajar. Rajin ke sekolah. Rajin mengerjakan tugas. Sikap dan karakternya membanggakan. Nilai-nilai ulangan/ujiannya memuaskan. Satu hal yang paling membuat bangga adalah jika nanti anak didiknya berhasil mewujudkan mimpinya. Guru mana yang tidak bangga akan hal tersebut? Itulah pesan tersirat yang sering diucapkan oleh si pria kurus itu. “ Kalian tidak perlu memberikan uang kepada guru. Guru tidak meminta uang kalian. Tidak meminta darah kalian. Tidak meminta apapun kepada kalian. Kecuali satu. Yaitu apa? Yaitu cukup buatlah bapak ibu guru kalian tersenyum. Dengan apa? Dengan patuhi perintah guru. Dengan menjadi orang sukses kelak. Guru cuma meminta satu anak-anak...Buatlah bapak ibu guru kalian tersenyum”. Begitulah pesan yang sering keluar dari mulut pria kurus itu baik ketika sedang apel, maupun ketika di dalam suasana belajar. 
Salah satu ungkapan yang tak pernah diungkap oleh pria itu adalah “ terima kasih sudah menjadi murid-muridku “. Itu adalah kalimat yang tak tersampaikan ketika siswa kelas 9 melakukan perpisahan. Satu per satu anak-anak kelas 9 menyalami guru- guru sambil menangis dan mengatakan “ terima kasih pak/ ibu guru”. Mereka sudah mulai menangis ketika mereka mempersembahkan sebuah lagu kepada bapak/ ibu guru dalam acara tersebut. Tak cuma mereka. Hangatnya syahdu yang tericipta dalam acara itu meluluhkan air mata kepala sekolah, guru-guru, orang tua/wali, dan bahkan kepala desa yang ikut hadir. Terima kasih anak-anak.
Acara perpisahan sekaligus pengumuman kelulusan itu berlangsung hikmat meski nilai UN mereka mendapat B, C, D, D. Masing- masing secara berurutan adalah nilai Bahasa Inggris, IPA, Bahasa Indonesia, dan Matematika. Satu kebanggan bagi si SM3T muncul dari pengumuman itu. Ya, nilai terendah untuk Bahasa Inggris adalah 74.
Ada beberapa kisah favorit yang diberikan oleh murid-murid kelas 9. Servina, gadis berambut lurus yang biasanya menjadi juara ke 3, kini ia menjadi juara 1 dalam nilai UN. Yustinus, anak laki-laki kecil yang hobi menggambar dan biasanya menduduki peringkat di luar 7 besar, ia mendapat peringakat ke 3 dalam UN. Otri, perempuan, ketua kelas, dan  murid favorit para guru-guru dengan karakter berani dan lugas itu biasanya mendapat peringkat 1, namun dalam UN dia terlempar dari 5 besar. Paulina, gadis yang berencana menikah setelah lulus SMP itu biasanya dia bagian dari peringkat akhir, namun ketika UN dia termasuk peringkat 5 besar. Wow.
Eja. Lengkapnya Eja Imanuel Letuna. Dia adalah laki-laki dengan tubuh paling kecil. Anak paling lantang. Paling aktif. Paling menguasai pelajaran IPS. Paling stabil nilai tugas dan ulangan/ ujian IPS. Paling sering mendapatkan nilai tertinggi dalam pelajaran IPS. Ia adalah rival terberat Otri si ketua kelas. Nilainya hampir selalu tertinggi hampir di setiap mata pelajaran. Dia mendapatkan peringkat ke 2 terbaik dalam UN. Ia adalah satu-satunya anak kelas 9 yang bercita-cita menjadi pendeta. Cita-cita yang paling berbeda dengan rekan-rekannya. Mungkin karena beberapa saudaranya adalah pendeta. Suatu ketika ia datang ke sekolah untuk menanam pohon. Cerita ini terjadi ketika ia sedang libur pasca UN. Menanam pohon adalah bagian dari program “Malaka Rindang” karya Kepala Dinas PKPO Malaka. Mangga, Kelapa, Pisang, Jeruk, Nangka, Siri, dan Pinang adalah tanaman yang telah ditentukan. Ia datang berniat menanam pohon kelapa dan pisang. Dengan membawa parang ia membuat pagar terlebih dahulu. Mengetahui hal itu, si pria kurus datang menghampiri untuk berbincang-bincang sambil menemani Eja. Ada satu percakapan menggetarkan bagi si pria kurus itu. “Eja, kamu dulu cita-citanya apa ya? Saya lupa” kata pria itu. Sambil tersenyum Eja menjawab “jadi guru IPS pak”. “Haahh..perasaan dulu tidak ada yang bercita-cita seperti itu” tanggap si pria kurus. Sembari senyum Eja Menjawab “dulu cita-cita saya jadi pendeta pak”. “Ooohh kamu dulu yang cita-citanya jadi pendeta, saya lupa” pangkas pria kurus.
Iya, cita-cita Eja kini adalah menjadi guru IPS.  Jadilah guru yang hebat nak. Guru IPS yang lebih hebat dari guru IPS manapun.
Tafuli adalah sebuah kebanggaan.
Sembilan bulan di Desa Tafuli dengan segala keterbatasan yang ada telah berlalu. Ia mengingat-ingat lagi alasannya datang ke Tafuli. Apakah jawaban “karena sebuah kebanggaan” yang pernah pria itu lontarkan kepada seorang dosen sewaktu mengikuti prakondisi di AAU masih menjadi alasannya sekarang? Jika kamu mengikuti program SM3T dan mendapatkan tugas di daerah yang sulit maka kamu harus bangga. Jangan mengeluh. Bangga karena Tuhan mempercayai pundakmu. Bukan pundak orang lain. Jadi lakukanlah dengan baik hal itu. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Lantas patutkah kita membangga-banggakan apa yang telah diberikan Tuhan? Bagi si pria kurus itu, menikmati dan mensyukuri lebih baik daripada membanga-banggakan. Jadi ketika ada pertanyaan serupa datang “ Mengapa kamu mengikuti Program SM3T?”, pria kurus itu akan menjawab “ Karena uang, PPG gratis, pengalaman dan segala hal yang ditawarkan oleh pemerintah sangatlah menggoda. Karena SM3T adalah kebanggaan yang diberikan oleh Tuhan dan untuk mendapatkannya adalah dengan melakukan kewajiban. Kewajiban yang dimaksud adalah sebagai seorang sarjana pendidikan maka kita wajib mengikuti SM3T. Karena SM3T untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
SM3T adalah kewajiban. SM3T adalah hal besar. SM3T akan selalu menginspirasi. SM3T adalah perubahan.
Bangga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar