Oleh : Arif Wahyu Saputro, S.Pd
Aku, Seorang yang
Terpilih
Perkenalkan, aku adalah
Arif Wahyu Saputro. Arif adalah sapaan akrabku. Lahir dan menjalani studi hingga
jenjang SMA di pedalaman
Kalimantan Barat membuatku mengetahui betapa sulitnya mendapat akses pendidikan
yang layak di daerah
pinggiran, mulai dari bersekolah dibangunan yang hampir roboh hingga pernah
merasakan menempuh perjalanan jauh untuk bisa sampai ke sekolah.
Tekad
yang sangat kuat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik kemudian mendorongku untuk melanjutkan
pendidikan tinggi di tanah Jawa, tepatnya di Yogyakarta. Dari tempat ini, aku melihat
bahwa kondisi yang kualami saat bersekolah di kampung
dulu,
ternyata tidak dialami teman-temanku saat mereka bersekolah di sini. Di sisi lain, mendapatkan kesempatan
berkuliah di Universitas Negeri Yogyakarta pada prodi Pendidikan Teknik
Otomotif yang notabene dipersiapkan untuk menjadi seorang pendidik adalah salah
satu kesempatan bagiku untuk turut serta membangun pendidikan bangsa ini kelak.
Pasca
menyelesaikan studi strata satu di Universitas Negeri Yogyakarta, aku lantas
mendaftarkan diri pada program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan
Tertinggal (SM-3T); sebuah program pengabdian sarjana pendidikan untuk
berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan, percepatan, dan pembangunan
pendidikan di daerah 3T. Sebenarnya sempat terselip keraguan mengenai kesiapan menjalani
tugas di daerah penempatan nanti, mengingat
ketika di Yogyakarta aku sudah terbiasa dalam kondisi serba nyaman. Namun demikian, pengalaman pernah
menjalani pendidikan dalam kondisi yang serba terbatas ketika di Kalimantan dan
didukung keinginan yang kuat untuk menjadi orang yang bermanfaat dengan membagi
ilmu, membuatku merasa yakin bahwa aku akan mampu menajalani tugas tersebut.
Setelah
menjalani serangkaian tes, akhirnya,
aku dinyatakan lulus mengikuti program
SM-3T dengan penempatan di Kabupaten Malaka, NTT. Rasa kecewa sedikit terselip,
karena sebenarnya aku berharap mendapat penempatan di Kalimantan Barat agar
bisa membangun daerah kelahiranku. Akan tetapi, rasa egois jika hanya membangun
daerah kelahiran, karena tujuan sejatinya adalah membangun Indonesia, dan
membangun Indonesia dapat dari daerah mana saja, termasuk NTT. Apapun itu, rasa
bangga akhirnya hadir jauh lebih besar. Bagaimana aku bisa terpilih di antara ribuan sarjana pendidikan
yang mendaftar dan bagaimana aku bisa terpilih untuk bertugas di daerah tersebut adalah karunia
Tuhan yang tak setiap orang mendapatkannya. Akulah yang terpilih dan aku siap
untuk tugas mulia ini.
Bersahabat dengan
Masalah
Sore itu, aku
dan 52 teman seperjuanganku pun tiba di lokasi penempatan. Beberapa serangkaian
acara, kami lalui bersama jajaran dinas pendidikan dan pemerintahan kab.
Malaka. Pada saat acara itu, kami diberitahu lokasi sekolah tempat kami akan bertugas. 53
Orang termasuk saya telah dibagi dibeberapa sekolah dari mulai jenjang PAUD
hingga SMA. Yang menjadi perhatian di
sini
adalah beberapa orang tidak ditempatkan sesuai dengan kompetensinya. Betapa
kurang beruntungnya diriku,
karena aku adalah satu dari beberapa orang yang aku maksud sebelumnya. Seorang guru
yang seharusnya ditempatkan di Sekolah Menengah Kejuruan bidang Otomotif sepertiku
terpaksa ditempatkan di Sekolah Menengah tingkat Pertama dikarenakan di daerah tersebut belum terdapat SMK
bidang teknologi dan rekayasa. Tapi tak mengapa, aku sudah siap ditempatkan
dimanapun, karena sejatinya membangun pendidikan bangsa itu tidak mengenal
tempat; dalam hal ini dapat dari sekolah jenjang apapun. SMP Negeri Tualaran adalah suatu tempat yang akan menjadi
tempat pengabdianku untuk satu tahun ke
depan.
Keesokan
harinya, pada
siang hari, aku berangkat dari ibukota kabupaten menuju ke sekolah. Angkutan
umum tidak ada, karena
jalan merupakan medan perbukitan dengan jalan terjal tanah berbatu. Satu
satunya transportasi yang dapat digunakan adalah ojek. Sepanjang perjalanan, di kanan dan kiri, aku hanya melihat
pepohonan lebat. Saya maklum
saja karena sekolah penempatanku berada di
atas
bukit. Entah sudah berapa tanjakan dan turunan bukit yang kulewati, namun 1 jam
30 menit kemudian akhirnya kutemukan
letak sekolah penempatanku berada.
Sesampainya di Sekolah,
hal yang paling pertama kulakukan adalah berkoordinasi dengan kepala sekolah
untuk menentukan matapelajaran yang akan ku ajarkan. Dari koordinasi tersebut, kuketahui bahwa sekolah ini
menerapkan kurikulum 2013 dan saya diamanahi untuk mengajar matapelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Jika ditinjau lebih lanjut, sebenarnya
matapelajaran ini juga masih dalam bidang keahlianku, yakni pendidikan
kejuruan. Meskipun berbeda bidang dengan otomotif, namun secara umum memiliki
konsep yang sama, yakni lebih mengutamakan kompetensi praktik.
Setelah
melakukan koordinasi, langkah selanjutnya yang kulakukan adalah melakukan
survei untuk memetakan permasalahan dan potensi yang dapat dimunculkan dari
sekolah ini. Akan tetapi, alangkah terkejutnya diriku ketika aku mengetahui bahwasanya di sekolah ini belum terdapat listrik.
Satu pertanyaan yang muncul dalam benakku adalah bagaimana bisa mengajarkan
teknologi komputer di sekolah
yang tidak ada listrik. Aku kemudian mengonfirmasi terkait pembelajaran TIK
sebelumnya pada beberapa murid dan seorang guru. Hasilnya sangat mencengangkan,
selama ini,
matapelajaran TIK hanya sekedar teori tanpa melakukan praktik.
Dari
tahap survei yang kulakukan, ternyata permasalahan tidak hanya berhenti sampai
di situ. Baru diberlakukannya
kurikulum 2013 di sekolah
ini sebagai proyek percontohan menyebabkan para guru belum paham betul mengenai
pembelajaran menggunakan kurikulum tersebut. Masalah-masalah yang muncul itu antara lain kesulitan guru dalam
menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP), kesulitan guru dalam penerapan teknik
dan strategi mengajar, serta kesulitan guru dalam penyusunan penilaian hasil
belajar siswa. Selain itu, masalah yang lain ialah kurangnya fasilitas, media pembelajaran,
kurangnya sikap disiplin parasiswa dan belum tertatanya lingkungan sekolah adalah
tambahan masalah yang harus berusaha kuselesaikan selama bertugas di sini. Berat memang, namun anggapan
berat itu menurutku
hanya ada dalam pikiran karena hanya memikirkan masalah justru tidak akan
menyelesaikan masalah. Bersahabat dengan masalah mungkin jalan terbaik saat
ini. Bersahabat dalam arti menerima dan mengahapi masalah yang ada, bukan
menjauhi. Lakukan satu persatu dan semua akan terselesaikan, aku yakin itu.
Aku
dalam lingkaran Mereka
Selama menjalani
tugas di SMP Negeri Tualaran, bertempat di Desa Kereana, Kec. Botin Leobele, aku
tinggal bersama sebuah keluarga yang merupakan penduduk lokal. Pak Blasius
namanya. Ia tinggal bersama seorang istri dan keempat anaknya di sebuah rumah
sederhana; berdinding kayu bebak dan beratap daun gewang dengan bentuk rumah panggung
khas NTT. Inilah keluarga baruku, sebagai tempat berkeluh dan berpulang selama
aku menjalani pengabdian.
Hal
yang paling membuatku terkesan adalah bagaimana cara mereka menyambut dan
memperlakukan tamu sepertiku dengan baik dan penuh toleransi. Saya adalah
seorang muslim dan mereka adalah keluarga katolik. Namun demikian, perbedaan agama bukan
penghalang bagi mereka untuk tetap menghargai dan tinggal bersama dalam satu
atap. Contoh sederhana, ketika santap malam, mereka yang biasanya makan sekitar
jam 6 malam, rela menungguku untuk menunaikan salat magrib terlebih dahulu
untuk kemudian makan secara bersama-sama. Demikian pula masalah makanan, mereka
tahu tentang beberapa makanan yang tidak dapat ku makan seperti anjing, babi, dan sophie
(minuman berakohol khas NTT). Untuk itu, mereka tidak menawarkan apalagi
memaksaku untuk mengonsumsinya. Sama halnya dengan ayam, mereka
mempersilahkanku untuk memotongnya, karena mereka tahu ada tata cara khusus
dalam penyembelihan hewan dalam agama Islam.
Selain
dalam keluarga, masyarakat dilingkungan tempatku tinggal juga tak kalah
baiknya, mereka sangat ramah pada orang pendatang sepertiku. Mereka selalu
menyapa saat berpapasan di jalan, misalnya ketika pejalanan berangkat ke
sekolah atau perjalanan berangkat ke kota. “Mau kemana pak guru?” ucap mereka
sambil melempar senyum. Ah! Hal-hal sederhana seperti inilah yang membuatku
cukup betah tinggal disini.
Untuk mempererat
silaturahmi dan rasa kebersamaan di lingkungan masyarakat, aku sering mengikuti
acara-acara yang diselenggarakan oleh warga desa, di antaranya pesta pernikahan dan
gawai adat. Acara tersebut merupakan
kesempatan untukku dapat belajar budaya dan tradisi di sini. Seperti halnya dalam
serangkaian pesta pernikahan,
selalu terdapat tarian tebe dan
dansa, aku pun tanpa ragu turut serta menari bersama mereka. Berkumpul bersama
mereka juga membuatku banyak mengetahui bahasa tetun; bahasa lokal NTT. Tak jarang aku mencoba berkomunikasi
dengan bahasa tersebut dengan penduduk lokal meskipun dengan dialek yang mungkin
kurang sesuai dengan dialek aslinya.
Disisi lain, tidak
dapat dipungkiri ada hal-hal yang membuatku merasa iba terhadap lingkungan
tempat tinggalku ini. Selain tempatnya yang terisolir karena berada didaerah
pegunungan dengan akses jalan yang sulit dijangkau, desa ini juga belum
teraliri listrik. Hal tersebut membuat masyarakat desa kesulitan untuk
beraktivitas, sehingga desa sangat sepi dan gelap pada malam hari. Hal lainnya
adalah masalah sinyal telepon seluler yang masih kadang muncul dan kadang hilang,
menyebabkan sulitnya berkomunikasi dengan sanak saudara yang berada ditempat
yang jauh.
Aku dan Solusiku
Sebagaimana yang telah kujabarkan
sebelumnya, ternyata ditempat tugas banyak sekali permasalahan untuk
diselesaikan. Sebagai seorang Guru SM-3T, aku harus bisa menyelesaikan
permsalahan-permasalahan tersebut. Kehadiranku di daerah penempatan ini adalah
selama 1 Tahun. Sebuah bilangan waktu yang cukup lama apabila dirasakan, namun
ternayata kurang cukup untuk menyelesaikan semua permasalahan diatas. Untuk itu
harus dilakukan manajeman masalah dan solusi dengan baik.
Langkah pertama yang
kulakukan adalah mengidentifikasi berbagai permsalahan yang kutemui, baik yang
didapat dari sekolah maupun yang didapat dari lingkungan kemasyarakatan. Dari
lingkungan sekolah masalah yang teridentifikasi anatara lain : belum pahamnya
para guru mengenai kurikulum 2013 yakni terkait penyusunan Rencana Program
Pembelajaran (RPP), penerapan teknik dan strategi mengajar, serta penyusunan
penilaian hasil belajar siswa, minimnya fasilitas dan media pembelajaran,
kurangnya sikap disiplin siswa, serta belum tertatanya lingkungan sekolah.
Langkah
kedua adalah menentukan skala prioritas terkait mana permasalahan yang harus
paling mendesak untuk diselesaikan terlebih dahulu, mana yang dapat berjalan
beriringan, dan mana yang dapat diselesaikan kemudian. Berdasarkan hal
tersebut, menurutku permasalahan yang harus diselesaikan terlebih dahulu yaitu
mengenai minimnya pemahaman guru terhadap kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan
guru bertugas mengatur jalannya pembelajaran, apabila hal hal terkait
pembelajaran tersebut tidak ia pahami, maka pembelajaran yang dilakukan tidak
akan berlangsung baik. Beriringan dengan itu turut pula dimulai penegakan
masalah disiplin siswa, karena disiplin harus dibiasakan sejak awal dan tidak
bisa ditunda. Masalah selanjutnya yang harus diselesaikan adalah minimnya
fasilitas dan media pembelajaran. Hal ini dikarenakan media sangat penting
sebagai alat berkomunikasi antara siswa dan guru dalam proses belajar-mengajar.
Setelah masalah terkait pembelajaran dikelas terselesaikan, selanjutnya adalah
saat yang tepat untuk
menyelesaikan penataan lingkungan sekolah.
Langkah
ketiga adalah menentukan solusi dari tiap permasalahan. Solusi untuk setiap
permasalahan dapat kujabarkan sebagai berikut.
a. Belum
pahamnya para guru mengenai kurikulum 2013 pada dasarnya adalah terkait dengan penyusunan Rencana Program
Pembelajaran (RPP), penerapan teknik dan strategi mengajar, serta penyusunan penilaian
hasil belajar siswa. Untuk itu, solusi yang menurutku tepat dan telah kulakukan
adalah dengan membentuk forum diskusi antar guru. Diskusi bertujuan untuk saling bertukar informasi mengenai sitem
kurikulum 2013. Disamping itu aku juga melengkapi para peserta dengan sebuah
aplikasi Sistem Administrasi Pembelajaran untuk Guru (SAG) yang kubuat sendiri.
Harapannya dengan hadirnya aplikasi ini dapat semakin memudahkan mereka dalam
penyusnan berbagai administrasi pembelajaran
Kurikulum 2013.
b. Kedisiplinan
siswa di sekolah ini dapat dikatakan masih kurang, baik itu displin soal waktu,
maupun displin mengenai cara berpakaian. Menurutku, masalah ini dapat muai
titanggualangi dengan adanya pembiasaan dan pengawasan yang berkelanjutan. Atas
dasar itu, solusi yang kulakukan adalah dengan melakukan pengecekan kerapian
satu persatu pada saat presensi kehadiran kelas. Anak yang tidak berpakaian
rapi akan dipersilahkan untuk merapikan pakaiannya terlebih dahulu sebelum
memulai pelajaran.
c.
SMP Negeri Tualaran memiliki
keterbatasan dalam hal fasilitas dan media pembelajaran. Terlebih khusus untuk
pelajaran TIK, saat ini belum tersedia fasilitas komputer dikarenakan tidak
adanya sumber listrik. Disisi lain, pembelajaran harus tetap berjalan. Sebagai
sarana praktik, terdapat leptop kepunyaanku yang dapat digunakan, namun jumlah
yang hanya 1 membuatku harus mengatur strategi. Untuk mengisi daya baterai
leptop, sehari sebelumnya leptop kutitipkan pada salah seorang guru yang
rumahnya teraliri listrik karena berdomisili didekat kota. Sementara ketika
dikelas, pembelajaran TIK dapat dilakukan dengan mebagi kelas menjadi 3-4
kelompok untuk melakukan praktik secara bergantian. Sambil menunggu kelompok
pertama praktik, kelompok 2 dan kelompok 3 diminta untuk mengerjakan tuagas atau
menjawab soal.
d. Salah
satu potensi dari SMP Negeri Tualaran adalah halaman sekolahnya yang sangat
luas, hanya saja lahannya masih kosong dan belum tertata dengan rapi. Melihat
kondisi tersebut, solusi yang dapat kulakuan adalah mengadakan program tanam
rindang, yakni menananm tanaman perindang seperti pisang, kelapa, jeruk dan
anagka. Selain itu, juga dilakuakn pembenahan pagar agar lingkungan terlihat
lebih rapi.
Sebuah Harapan
Mengajar di pelosok negeri
membuatku mengerti tentang keadaan dan kehidupan mereka. Bagaimana dalam
kondisi seerba terbatas pun, mereka tetap semangat meraih pendidikan untuk
mengejar cita-cita mereka. Semoga dari tanah Malaka ini kelak lahir para
pemimpin dan penerus bangsa, yang akan membawa bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar