Translate

Sabtu, 12 Agustus 2017

Berbuat untuk Indonesia Cerdas; Sebuah Pengabdian untuk Pendidikan di Tanah Malaka




Oleh : Arif Wahyu Saputro, S.Pd


Aku, Seorang yang Terpilih
Perkenalkan, aku adalah Arif Wahyu Saputro. Arif adalah sapaan akrabku. Lahir dan menjalani studi hingga jenjang SMA di pedalaman Kalimantan Barat membuatku mengetahui betapa sulitnya mendapat akses pendidikan yang layak di daerah pinggiran, mulai dari bersekolah dibangunan yang hampir roboh hingga pernah merasakan menempuh perjalanan jauh untuk bisa sampai ke sekolah.
            Tekad yang sangat kuat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik kemudian mendorongku untuk melanjutkan pendidikan tinggi di tanah Jawa, tepatnya di Yogyakarta. Dari tempat ini, aku melihat bahwa kondisi yang kualami saat bersekolah di kampung dulu, ternyata tidak dialami teman-temanku saat mereka bersekolah di sini. Di sisi lain, mendapatkan kesempatan berkuliah di Universitas Negeri Yogyakarta pada prodi Pendidikan Teknik Otomotif yang notabene dipersiapkan untuk menjadi seorang pendidik adalah salah satu kesempatan bagiku untuk turut serta membangun pendidikan bangsa ini kelak.
            Pasca menyelesaikan studi strata satu di Universitas Negeri Yogyakarta, aku lantas mendaftarkan diri pada program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T); sebuah program pengabdian sarjana pendidikan untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan, percepatan, dan pembangunan pendidikan di daerah 3T. Sebenarnya sempat terselip keraguan mengenai kesiapan menjalani tugas di daerah penempatan nanti, mengingat ketika di Yogyakarta aku sudah terbiasa dalam kondisi serba nyaman. Namun demikian, pengalaman pernah menjalani pendidikan dalam kondisi yang serba terbatas ketika di Kalimantan dan didukung keinginan yang kuat untuk menjadi orang yang bermanfaat dengan membagi ilmu, membuatku merasa yakin bahwa aku akan mampu menajalani tugas tersebut.
            Setelah menjalani serangkaian tes, akhirnya, aku dinyatakan lulus  mengikuti program SM-3T dengan penempatan di Kabupaten Malaka, NTT. Rasa kecewa sedikit terselip, karena sebenarnya aku berharap mendapat penempatan di Kalimantan Barat agar bisa membangun daerah kelahiranku. Akan tetapi, rasa egois jika hanya membangun daerah kelahiran, karena tujuan sejatinya adalah membangun Indonesia, dan membangun Indonesia dapat dari daerah mana saja, termasuk NTT. Apapun itu, rasa bangga akhirnya hadir jauh lebih besar. Bagaimana aku bisa terpilih di antara ribuan sarjana pendidikan yang mendaftar dan bagaimana aku bisa terpilih untuk bertugas di daerah tersebut adalah karunia Tuhan yang tak setiap orang mendapatkannya. Akulah yang terpilih dan aku siap untuk tugas mulia ini.

Bersahabat dengan Masalah
            Sore itu, aku dan 52 teman seperjuanganku pun tiba di lokasi penempatan. Beberapa serangkaian acara, kami lalui bersama jajaran dinas pendidikan dan pemerintahan kab. Malaka. Pada saat acara itu, kami diberitahu lokasi sekolah tempat kami akan bertugas. 53 Orang termasuk saya telah dibagi dibeberapa sekolah dari mulai jenjang PAUD hingga SMA. Yang menjadi perhatian di sini adalah beberapa orang tidak ditempatkan sesuai dengan kompetensinya. Betapa kurang beruntungnya diriku, karena aku adalah satu dari beberapa orang yang aku maksud sebelumnya. Seorang guru yang seharusnya ditempatkan di Sekolah Menengah Kejuruan bidang Otomotif sepertiku terpaksa ditempatkan di Sekolah Menengah tingkat Pertama dikarenakan di daerah tersebut belum terdapat SMK bidang teknologi dan rekayasa. Tapi tak mengapa, aku sudah siap ditempatkan dimanapun, karena sejatinya membangun pendidikan bangsa itu tidak mengenal tempat; dalam hal ini dapat dari sekolah jenjang apapun. SMP Negeri Tualaran adalah suatu tempat yang akan menjadi tempat pengabdianku untuk satu tahun ke depan.
            Keesokan harinya, pada siang hari, aku berangkat dari ibukota kabupaten menuju ke sekolah. Angkutan umum tidak ada, karena jalan merupakan medan perbukitan dengan jalan terjal tanah berbatu. Satu satunya transportasi yang dapat digunakan adalah ojek. Sepanjang perjalanan, di kanan dan kiri, aku hanya melihat pepohonan lebat. Saya maklum saja karena sekolah penempatanku berada di atas bukit. Entah sudah berapa tanjakan dan turunan bukit yang kulewati, namun 1 jam 30 menit kemudian akhirnya kutemukan letak sekolah penempatanku berada.
Sesampainya di Sekolah, hal yang paling pertama kulakukan adalah berkoordinasi dengan kepala sekolah untuk menentukan matapelajaran yang akan ku ajarkan. Dari koordinasi tersebut, kuketahui bahwa sekolah ini menerapkan kurikulum 2013 dan saya diamanahi untuk mengajar matapelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Jika ditinjau lebih lanjut, sebenarnya matapelajaran ini juga masih dalam bidang keahlianku, yakni pendidikan kejuruan. Meskipun berbeda bidang dengan otomotif, namun secara umum memiliki konsep yang sama, yakni lebih mengutamakan kompetensi praktik.
            Setelah melakukan koordinasi, langkah selanjutnya yang kulakukan adalah melakukan survei untuk memetakan permasalahan dan potensi yang dapat dimunculkan dari sekolah ini. Akan tetapi, alangkah terkejutnya diriku ketika aku mengetahui bahwasanya di sekolah ini belum terdapat listrik. Satu pertanyaan yang muncul dalam benakku adalah bagaimana bisa mengajarkan teknologi komputer di sekolah yang tidak ada listrik. Aku kemudian mengonfirmasi terkait pembelajaran TIK sebelumnya pada beberapa murid dan seorang guru. Hasilnya sangat mencengangkan, selama ini, matapelajaran TIK hanya sekedar teori tanpa melakukan praktik.

            Dari tahap survei yang kulakukan, ternyata permasalahan tidak hanya berhenti sampai di situ. Baru diberlakukannya kurikulum 2013 di sekolah ini sebagai proyek percontohan menyebabkan para guru belum paham betul mengenai pembelajaran menggunakan kurikulum tersebut. Masalah-masalah yang muncul itu antara lain kesulitan guru dalam menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP), kesulitan guru dalam penerapan teknik dan strategi mengajar, serta kesulitan guru dalam penyusunan penilaian hasil belajar siswa. Selain itu, masalah yang lain ialah kurangnya fasilitas, media pembelajaran, kurangnya sikap disiplin parasiswa dan belum tertatanya lingkungan sekolah adalah tambahan masalah yang harus berusaha kuselesaikan selama bertugas di sini. Berat memang, namun anggapan berat itu menurutku hanya ada dalam pikiran karena hanya memikirkan masalah justru tidak akan menyelesaikan masalah. Bersahabat dengan masalah mungkin jalan terbaik saat ini. Bersahabat dalam arti menerima dan mengahapi masalah yang ada, bukan menjauhi. Lakukan satu persatu dan semua akan terselesaikan, aku yakin itu.


Aku dalam lingkaran Mereka
            Selama menjalani tugas di SMP Negeri Tualaran, bertempat di Desa Kereana, Kec. Botin Leobele, aku tinggal bersama sebuah keluarga yang merupakan penduduk lokal. Pak Blasius namanya. Ia tinggal bersama seorang istri dan keempat anaknya di sebuah rumah sederhana; berdinding kayu bebak dan beratap daun gewang dengan bentuk rumah panggung khas NTT. Inilah keluarga baruku, sebagai tempat berkeluh dan berpulang selama aku menjalani pengabdian.
            Hal yang paling membuatku terkesan adalah bagaimana cara mereka menyambut dan memperlakukan tamu sepertiku dengan baik dan penuh toleransi. Saya adalah seorang muslim dan mereka adalah keluarga katolik. Namun demikian, perbedaan agama bukan penghalang bagi mereka untuk tetap menghargai dan tinggal bersama dalam satu atap. Contoh sederhana, ketika santap malam, mereka yang biasanya makan sekitar jam 6 malam, rela menungguku untuk menunaikan salat magrib terlebih dahulu untuk kemudian makan secara bersama-sama. Demikian pula masalah makanan, mereka tahu tentang beberapa makanan yang tidak dapat ku makan seperti anjing, babi, dan sophie (minuman berakohol khas NTT). Untuk itu, mereka tidak menawarkan apalagi memaksaku untuk mengonsumsinya. Sama halnya dengan ayam, mereka mempersilahkanku untuk memotongnya, karena mereka tahu ada tata cara khusus dalam penyembelihan hewan dalam agama Islam.
            Selain dalam keluarga, masyarakat dilingkungan tempatku tinggal juga tak kalah baiknya, mereka sangat ramah pada orang pendatang sepertiku. Mereka selalu menyapa saat berpapasan di jalan, misalnya ketika pejalanan berangkat ke sekolah atau perjalanan berangkat ke kota. “Mau kemana pak guru?” ucap mereka sambil melempar senyum. Ah! Hal-hal sederhana seperti inilah yang membuatku cukup betah tinggal disini.
Untuk mempererat silaturahmi dan rasa kebersamaan di lingkungan masyarakat, aku sering mengikuti acara-acara yang diselenggarakan oleh warga desa, di antaranya pesta pernikahan dan gawai adat. Acara tersebut merupakan kesempatan untukku dapat belajar budaya dan tradisi di sini. Seperti halnya dalam serangkaian pesta pernikahan, selalu terdapat tarian tebe dan dansa, aku pun tanpa ragu turut serta menari bersama mereka. Berkumpul bersama mereka juga membuatku banyak mengetahui bahasa tetun; bahasa lokal NTT. Tak jarang aku mencoba berkomunikasi dengan bahasa tersebut dengan penduduk lokal meskipun dengan dialek yang mungkin kurang sesuai dengan dialek aslinya.
Disisi lain, tidak dapat dipungkiri ada hal-hal yang membuatku merasa iba terhadap lingkungan tempat tinggalku ini. Selain tempatnya yang terisolir karena berada didaerah pegunungan dengan akses jalan yang sulit dijangkau, desa ini juga belum teraliri listrik. Hal tersebut membuat masyarakat desa kesulitan untuk beraktivitas, sehingga desa sangat sepi dan gelap pada malam hari. Hal lainnya adalah masalah sinyal telepon seluler yang masih kadang muncul dan kadang hilang, menyebabkan sulitnya berkomunikasi dengan sanak saudara yang berada ditempat yang jauh.

Aku dan Solusiku
            Sebagaimana yang telah kujabarkan sebelumnya, ternyata ditempat tugas banyak sekali permasalahan untuk diselesaikan. Sebagai seorang Guru SM-3T, aku harus bisa menyelesaikan permsalahan-permasalahan tersebut. Kehadiranku di daerah penempatan ini adalah selama 1 Tahun. Sebuah bilangan waktu yang cukup lama apabila dirasakan, namun ternayata kurang cukup untuk menyelesaikan semua permasalahan diatas. Untuk itu harus dilakukan manajeman masalah dan solusi dengan baik.

Langkah pertama yang kulakukan adalah mengidentifikasi berbagai permsalahan yang kutemui, baik yang didapat dari sekolah maupun yang didapat dari lingkungan kemasyarakatan. Dari lingkungan sekolah masalah yang teridentifikasi anatara lain : belum pahamnya para guru mengenai kurikulum 2013 yakni terkait penyusunan Rencana Program Pembelajaran (RPP), penerapan teknik dan strategi mengajar, serta penyusunan penilaian hasil belajar siswa, minimnya fasilitas dan media pembelajaran, kurangnya sikap disiplin siswa, serta belum tertatanya lingkungan sekolah.
            Langkah kedua adalah menentukan skala prioritas terkait mana permasalahan yang harus paling mendesak untuk diselesaikan terlebih dahulu, mana yang dapat berjalan beriringan, dan mana yang dapat diselesaikan kemudian. Berdasarkan hal tersebut, menurutku permasalahan yang harus diselesaikan terlebih dahulu yaitu mengenai minimnya pemahaman guru terhadap kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan guru bertugas mengatur jalannya pembelajaran, apabila hal hal terkait pembelajaran tersebut tidak ia pahami, maka pembelajaran yang dilakukan tidak akan berlangsung baik. Beriringan dengan itu turut pula dimulai penegakan masalah disiplin siswa, karena disiplin harus dibiasakan sejak awal dan tidak bisa ditunda. Masalah selanjutnya yang harus diselesaikan adalah minimnya fasilitas dan media pembelajaran. Hal ini dikarenakan media sangat penting sebagai alat berkomunikasi antara siswa dan guru dalam proses belajar-mengajar. Setelah masalah terkait pembelajaran dikelas terselesaikan, selanjutnya adalah saat yang tepat untuk menyelesaikan penataan lingkungan sekolah.
            Langkah ketiga adalah menentukan solusi dari tiap permasalahan. Solusi untuk setiap permasalahan dapat kujabarkan sebagai berikut.
a.    Belum pahamnya para guru mengenai kurikulum 2013 pada dasarnya adalah  terkait dengan penyusunan Rencana Program Pembelajaran (RPP), penerapan teknik dan strategi mengajar, serta penyusunan penilaian hasil belajar siswa. Untuk itu, solusi yang menurutku tepat dan telah kulakukan adalah dengan membentuk forum diskusi antar guru. Diskusi bertujuan untuk saling bertukar informasi mengenai sitem kurikulum 2013. Disamping itu aku juga melengkapi para peserta dengan sebuah aplikasi Sistem Administrasi Pembelajaran untuk Guru (SAG) yang kubuat sendiri. Harapannya dengan hadirnya aplikasi ini dapat semakin memudahkan mereka dalam penyusnan berbagai administrasi pembelajaran  Kurikulum 2013.
                     
b.    Kedisiplinan siswa di sekolah ini dapat dikatakan masih kurang, baik itu displin soal waktu, maupun displin mengenai cara berpakaian. Menurutku, masalah ini dapat muai titanggualangi dengan adanya pembiasaan dan pengawasan yang berkelanjutan. Atas dasar itu, solusi yang kulakukan adalah dengan melakukan pengecekan kerapian satu persatu pada saat presensi kehadiran kelas. Anak yang tidak berpakaian rapi akan dipersilahkan untuk merapikan pakaiannya terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran.
                                     
c.    SMP Negeri Tualaran memiliki keterbatasan dalam hal fasilitas dan media pembelajaran. Terlebih khusus untuk pelajaran TIK, saat ini belum tersedia fasilitas komputer dikarenakan tidak adanya sumber listrik. Disisi lain, pembelajaran harus tetap berjalan. Sebagai sarana praktik, terdapat leptop kepunyaanku yang dapat digunakan, namun jumlah yang hanya 1 membuatku harus mengatur strategi. Untuk mengisi daya baterai leptop, sehari sebelumnya leptop kutitipkan pada salah seorang guru yang rumahnya teraliri listrik karena berdomisili didekat kota. Sementara ketika dikelas, pembelajaran TIK dapat dilakukan dengan mebagi kelas menjadi 3-4 kelompok untuk melakukan praktik secara bergantian. Sambil menunggu kelompok pertama praktik, kelompok 2 dan kelompok 3 diminta untuk mengerjakan tuagas atau menjawab soal.
d.   Salah satu potensi dari SMP Negeri Tualaran adalah halaman sekolahnya yang sangat luas, hanya saja lahannya masih kosong dan belum tertata dengan rapi. Melihat kondisi tersebut, solusi yang dapat kulakuan adalah mengadakan program tanam rindang, yakni menananm tanaman perindang seperti pisang, kelapa, jeruk dan anagka. Selain itu, juga dilakuakn pembenahan pagar agar lingkungan terlihat lebih rapi.
                          

Sebuah Harapan
Mengajar di pelosok negeri membuatku mengerti tentang keadaan dan kehidupan mereka. Bagaimana dalam kondisi seerba terbatas pun, mereka tetap semangat meraih pendidikan untuk mengejar cita-cita mereka. Semoga dari tanah Malaka ini kelak lahir para pemimpin dan penerus bangsa, yang akan membawa bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar